Mengenang Hari Lahir Sukarno dan Jejaknya di Surabaya

Rumah kelahiran Bung Karno berada di Jalan Pandean IV Nomor 40 Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jun 2020, 16:20 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2020, 16:20 WIB
Rumah Presiden Sukarno
Rumah Presiden Pertama RI Sukarno di Surabaya. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 6 Juni 1901 menjadi momen bersejarah. Presiden Pertama Republik Indonesia Sukarno lahir. Ia menjadi salah satu tokoh penting dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Bersama Mohammad Hatta, Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Presiden Sukarno lahir di Surabaya, pada 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai.  Di Kota Pahlawan ini, terdapat sejumlah jejak Soekarno.

Rumah kelahiran Bung Karno berada di Jalan Pandean IV Nomor 40 Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya. Rumah kelahiran Soekarno tersebut pun ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Rumah Sukarno mudah ditemukan karena di depan gapuranya terdapat sebuah prasasti dan baliho bergambarkan Sukarno dengan tulisan “Di sini tempat kelahiran Bapak Bangsa Dr Ir Soekarno, Penyambung lidah rakyat, Proklamator, Presiden Pertama RI, Pemimpin besar Revolusi”.

Tembok-tembok lorong sepanjang Gang Pandean IV pun terdapat banyak lukisan mural, salah satunya terdapat tulisan “Perjuanganku Lebih Mudah Karena Mengusir Penjajah”, “Jasmerah Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah”, “Di Sini Rumahku dan Tetap Berjuang”.

Mengutip Merdeka, Ayah Sukarno adalah seorang guru. Raden Soekemi bertemu dengan Ida Ayu saat mengajar di Sekolah Dasar Pribumi, Bali.

Sukarno sedikit menghabiskan masa kecil bersama orangtua, ia tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Sukarno pertama kali bersekolah di Tulung Agung hingga ikut kedua orangtua pindah ke Mojokerto. Ia dimasukkan sekolah ke Eerste Inlandse School. Kemudian pada 1911, Sukarno dipindahkan ke Euoropeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkan Soekarno diterima di Hoogere Burger School (HBS).

Setelah lulus pada 1915, Sukarno melanjutkan pendidikan di HBS, Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya, Sukarno bertemu dengan para tokoh dari Sarekat Islam, organisasi yang kala itu dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Sukarno sempat tinggal kos di rumah HOS Tjokroaminoto. HOS Tjokroaminoto merupakan pembimbing dan tuan rumah bagi Sukarno.

Rasa nasionalisme dari dalam diri Soekarno terus menggelora. Pada tahun berikutnya, Sukarno mulai aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi itu kemudian Soekarno ganti menjadi Jong Java pada 1918.

Tak hanya rumah HOS Tjokroaminoto yang menjadi jejak Sukarno. Di Kampung Lawang Seketeng, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, terdapat makam Mbah Pitono. Diduga, Mbah Pitono ini merupakan salah satu guru ngaji Presiden Soekarno dan Bung Tomo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Warisan Karya Arsitektur yang Tersisa

Penyemprotan Disinfektan di Kompleks Monas
Petugas pemadam kebarakan menyemprotkan cairan disinfektan di kompleks Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (30/3/2020). Penyemprotan disinfektan ini dilakukan guna memutus rantai penyebaran virus Corona atau Covid-19 di pusat kota. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pada 1920, usai tamat dari HBS, Soekarno melanjutkan studi ke Technische Hoge School yang berganti nama menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Bung Karno adalah lulusan Teknik Sipil jurusan Pengairan dari ITB. Mengutip Kanal News Liputan6.com, seorang profesor di ITB membaca bakat Bung Karno dalam menggambar, sehingga diminta menjadi asisten dengan tugas semacam draftman sejumlah proyek arsitektur.

Profesor itu bernama Charles Prosper Wolff Schoemaker yang dikenal sebagai arsitek sejumlah bangunan seperti vila Isola dan Hotel Preanger di Bandung, Jawa Barat. Salah satu rumah yang terkenal menjadi karya mereka berdua di rumah Red Tulip.

“Jadi kesempatan baik itu menjadikan Bung Karno percaya diri mendirikan biro arsitek pada 1926,” ujar Arsitek Yuke Ardhiati, Selasa, 2 Juni 2020.

Sukarno bermitra dengan dengan Ir Anwari, kemudian Roosseno Soerjohadikoesomo yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia, sebagai biro konsultan arsitektur. Yuke menambahkan, pengalaman itu yang berkontribusi pada kematangan Sukarno mewujudkan berbagai karya di era berikutnya.

“Dalam arsitektur, gagasna itu sudah dipandang sebagai karya. Sejak bekerja sama dengan zaman Pak Anwari dan Pak Roosseno, Bung Karno berperan sebagai penyumbang gagasan,” tutur Yuke.

Yuke menuturkan, saat menjadi presiden, Sukarno banyak mempekerjakan arsitek dalam negeri untuk mewujudkan ide-idenya atas berbagai bangunan publik Indonesia. Salah satunya adalah Sudarsono, arsitek yang memvisualisasikan ide Bung Karno tentang Tugu Monas di Jakarta.

Sejarawan Bonnie Triyanada mempertanyakan keabsahan keterlibatan Bung Karno dalam membangun berbagai bangunan publik. Ia menilai, Sukarno pasti sangat sibuk sebagai presiden. Menjawab itu, Yuke mengatakan, dalam dunia arsitektur, ide awal saja sudah merupakan bagian dari arsitektur itu sendiri.

Dari risetnya, Yuke menemukan, berbagai bangunan publik yang dibangun di masa kepemimpinan Bung Karno, merupakan ide awal dari sang presiden, contohnya monas.

Dari diskusi itu, Bonnie Triyana menyimpulkan Bung Karno juga seorang arsitek dan seniman yang karyanya masih bertahan hingga kini.

"Dan Bung Karno adalah seorang yang selalu berkolaborasi dalam menghasilkan karya seni dan karya arsitekturnya," ujar Bonnie.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya