Mahasiswa ITS Surabaya Ciptakan Pelra Box, Alat Bantu Salurkan Logistik Kemanusiaan

Inovasi PBOX karya mahasiswa ITS berupa alat angkut untuk penyaluran logistik kemanusiaan di wilayah kepulauan selama masa pandemi COVID-19.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 22 Sep 2020, 00:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2020, 00:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Wahyu Nur Hidayatun Nisa dan Maulidia Putri Azuningrum, dua mahasiswa Departemen Teknik Transportasi Laut (DTTL) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, membuat inovasi Pelra Box (PBOX). (Foto: Dok ITS)

Liputan6.com, Surabaya - Wahyu Nur Hidayatun Nisa dan Maulidia Putri Azuningrum, dua mahasiswa Departemen Teknik Transportasi Laut (DTTL) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, membuat inovasi Pelra Box (PBOX).

Inovasi PBOX berupa alat angkut untuk penyaluran logistik kemanusiaan di wilayah kepulauan selama masa pandemi COVID-19.

Mahasiswa Departemen Teknik Transportasi Laut ITS Wahyu Nur menuturkan, PBOX merupakan alat yang terbuat dari kayu dan triplek melamin yang berfungsi layaknya petikemas. PBOX dapat dilipat ketika tidak berisi muatan, sehingga dapat memudahkan operasional karena tidak memakan tempat ketika kosong. 

 "Penggunaannya sama dengan peti kemas biasa, hanya saja dalam desain yang kami bawa itu lebih kecil dan ringan,” ujar dia, Senin (21/9/2020). 

Menurut Wahyu, ide untuk membuat inovasi tersebut bermula dari persebaran virus Sars CoV-2 yang sebabkan COVID-19 di Indonesia yang tak kunjung reda dan menyebar ke seluruh negeri, tak terkecuali di wilayah kepulauan.

Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan pemerataan bantuan logistik kemanusiaan yang menyeluruh ke pelosok negeri.

Sebelum pandemi terjadi, segala jenis kebutuhan untuk wilayah kepulauan disalurkan melalui jalur laut dari Jawa ke pelabuhan-pelabuhan besar di luar Jawa. Kemudian disalurkan dengan kapal yang lebih kecil menuju pulau-pulau kecil. 

"Hal ini terjadi karena tidak semua wilayah di Indonesia itu dapat disinggahi oleh kapal besar (petikemas atau general cargo), terutama wilayah kepulauan," ujar Wahyu.

Selain disebabkan tidak memiliki pelabuhan untuk bersandar, menurut Wahyu, kedalaman perairannya juga tidak memungkinkan untuk dilintasi kapal besar. Sehingga hal tersebut cukup memakan banyak waktu. 

"Karena pada dasarnya bantuan logistik kemanusiaan seharusnya didatangkan dengan cepat, namun tidak semua wilayah dapat disinggahi oleh kapal besar," ungkap Wahyu.

Wahyu menuturkan, dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan atau mendatangkan bantuan logistik itu masyarakat menggunakan kapal rakyat yang memiliki draft pendek.

"Oleh karena itu, kapal rakyat diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Alasan Merancang PBOX

Institut Teknologi Surabaya (ITS) membuka pendaftaran mahasiswa melalui Jalur Mandiri
Institut Teknologi Surabaya (ITS) membuka pendaftaran mahasiswa melalui Jalur Mandiri

Namun, masih terdapat beberapa permasalahan, mulai dari ukuran hingga kapasitas alat bongkar muat yang dimiliki. Selain itu, penggunaan kapal rakyat ini juga memiliki peluang kerusakan dan kehilangan muatan yang cukup tinggi. 

Melihat kondisi tersebut, dirancanglah inovasi PBOX ini. Hal ini karena berdasar pada fungsinya, PBOX akan dapat meminimalisir kerusakan dan kehilangan muatan hingga 1,5 persen serta mempercepat proses bongkar muat 25 persen dari total waktu eksisting.

Angka ini didapatkan dari hasil membandingkan antara perhitungan tingkat kerusakan dan kehilangan muatan kondisi eksisting dan setelah inovasi. Pada kondisi eksisting itu ada tingkat kerusakan dan kehilangan muatan dengan rata2 1,5 - 8 persen. 

"Setelah adanya inovasi, kehilangan muatan itu hampir tidak ada karena semua barang sudah dikontainerkan sejak sebelum tiba di pelabuhan,” ujar Wahyu.

 

Harapan untuk PBOX

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
ITS Surabaya (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Selain itu, tambah Wahyu, tuntutan karakteristik lead time yang pendek dari sisi logistik kemanusiaan menyebabkan perlunya efisiensi handling muatan. Utamanya dalam proses bongkar muat jika dengan proses inovasi ini yang akan lebih cepat hingga 25 persen dari kondisi eksisting.

Wahyu menuturkan, PBOX memiliki ukuran 1,5 x 1 x 1 dalam satuan meter. Jika dalam perhitungan, alat ini mampu diisi dengan 180 kilogram (setara dengan 12 kardus sembako/bantuan). "Alat ini diprediksi memiliki umur ekonomis satu tahun," tuturnya. 

Tak hanya dari segi teknis, Wahyu dan Putri juga berharap PBOX dapat berperan dalam mendukung kebijakan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19 dengan meminimalkan penularan melalui kontak antara muatan – disinfektan, muatan – Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), dan sesama TKBM. 

"Harapan ke depannya, desain ini dapat disempurnakan mulai dari material yang cocok digunakan, kekuatan, dan lain-lain. Lalu dibuatlah prototipe untuk diujikan di lapangan, sehingga bisa diketahui kelayakan dari inovasi ini secara nyata," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya