Liputan6.com, Malang - Suara dentuman di Malang masih beberapa kali terdengar pada Kamis sore. Dari mana sumber suara itu berasal dan apa penyebab sesungguhnya masih jadi teka-teki yang belum terpecahkan. Apalagi tak ada fenomena petir saat dentuman itu terdengar.
Saat dentuman di Malang kali pertama terdengar pada Selasa lalu, ada yang merasakan getaran. Tapi, tak terekam ada peningkatan aktivitas gempa bumi. Ada yang menyebut sebagai fenomena skyquake atau dentuman langit maupun thunderstrom atau badai petir.
Advertisement
Baca Juga
Namun butuh analisis lebih lanjut guna memastikan suara dentuman itu sebagai skyyquake. Satu yang pasti, otoritas berwenang dan ahli bersepakat bila suara berdentum itu bukan disebabkan oleh aktivitas gempa bumi dan aktivitas vulkanik.
“Bukan karena peningkatan aktivitas gempa bumi, karena seismograf tak mencatat itu. Sampai sekarang masih belum jelas dari mana sumber dentuman itu berasal,” kata Mamuri, Kepala Stasiun Geofisika Karangkates, Malang, Kamis, 4 Februari 2021.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga tak menangkap ada aktivitas kegempaan yang memicu dentuman di Gunung Semeru maupun Gunung Raung yang tengah erupsi. Karena itulah, dentuman tak berasal dari bawah bumi.
Mamuri menyebut Stasiun Geofisika Karangkates sedang koordinasi lebih lanjut dengan Lembaga Anatariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) sampai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memastikan dentuman di Malang itu.
“Dipicu oleh petir itu sebatas dugaan saja, sampai sekarang kami masih belum bisa memastikan. Kemampuan analisis aktivitas di atas atmosfer itu ada LAPAN,” kata Mamuri.
Tak Ada Petir
Suara dentuman di Malang itu sendiri kali pertama terdengar pada Selasa, 2 Februari sekitar pukul 23.30 sampai Rabu, 3 Februari pagi. Intensitasnya cukup tinggi, dalam periode waktu tertentu jeda tiap dentuman terdengar dalam sepersekian detik.
Pada malam itu sebagian besar wilayah Kota Malang tak diguyur hujan. Tak tampak ada kilatan petir disertai suara gemuruh, di atas langit juga tidak terlihat ada perubahan warna. Saat hujan mengguyur pada Rabu sampai Kamis dini hari, juga tak terdengar gemuruh petir.
Mamuri menyebut masih butuh analisis lebih lanjut guna memastikan dentuman dipicu oleh badai petir di atas langit. Lantaran sejauh ini BMKG belum memiliki alat khusus yang mampu mendeteksi fenomena itu.
“Untuk menangkap gempa langit atau badai petir di angkasa itu butuh alat khusus, kami belum memilikinya,” ujarnya.
Mamuri menjelaskan ada empat tipe petir yang biasa terjadi dan dapat ditangkap oleh lightning detector atau alat detekti potensi petir. Yakni petir yang terjadi dalam awan yang sama, petir awan ke udara, petir dari awan ke awan dan petir dari awan ke tanah.
Biasanya, petir dari awan ke tanah paling sering terekam oleh alat deteksi petir. Namun saat dentuman terdengar di Malang, tak ada aktivitas petir yang signifikan. Sehingga tak dapat disebut badai petir di atas langit jadi pemicu Malang berdentum.
“Jadi belum bisa dipastikan bila dentuman itu akibat badai petir di atas langit,” ujar Mamuri.
Advertisement
Fenomena Dentuman
Fenomena suara dentuman ini bukan hanya heboh di Malang. Dalam dua pekan terakhir ini, beberapa daerah juga terjadi fenomena ini. Pada 24 Januari silam, suara dentuman keras terdengar di Bali. Saat itu diduga disebabkan oleh meteor atau asteroid yang jatuh.
Suara dentuman terdengar di Majene pada 26 Januari. Tidak ada rekaman anomali seismik pada saat kejadian itu. Warga di Lampung pada 28 Januari juga mendegar suara dentuman, tidak dapat dipastikan bila itu akibat hujan meteor.
Warga Sukabumi, Jawa Barat pada 30 Januari lalu mendengar dentuman disertai gemuruh. Sensor merekam anomali gelombang seismik saat dentuman itu terdengar. Kuat dugaan bila peristiwa itu disebabkan pergerakan tanah.