6 Dokter Hewan Nekropsi Paus yang Mati di Banyuwangi, Apa Hasilnya?

Proses nekropsi sendiri dilakukan sebagai langkah investigasi medis untuk memastikan penyebab kematian paus tersebut.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 03 Agu 2022, 22:07 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2022, 22:07 WIB
Proses nekrupsi Paus Sperma di Perairan Bulusan Banyuwangi, oleh dokter hewan universitas Airlangga (Istimewa)
Proses nekrupsi Paus Sperma di Perairan Bulusan Banyuwangi, oleh dokter hewan universitas Airlangga (Istimewa)

Liputan6.com, Banyuwangi - Akademisi Sekolah Ilmu Kesehatan dan Ilmu Alam (SIKIA) Universitas Airlangga melakukan nekropsi bangkai paus yang terdampar di pantai Banyuwangi. Sedikitnya ada 6 dokter hewan dari Unair dibantu 9 asisten dosen untuk proses nekropsi tersebut.

Nekropsi adalah kegiatan bedah bangkai hewan. Kegiatan merupakan merupakan tindakan investigasi medis akan adanya gangguan atau kelainan pada anatomi tubuh hewan secara keseluruhan.

Nekropsi telah dilakukan sejak Selasa kemarin. Proses masih berlangsung hingga saat ini, Rabu (3/8/2022).

Proses nekropsi sendiri dilakukan sebagai langkah investigasi medis untuk memastikan penyebab kematian paus tersebut.

"Ini merupakan permintaan dari BPSPL Denpasar Wilker Banyuwangi dan BKSDA Jatim, "ujar salah satu dokter hewan Unair Aditya Yudhana Rabu (3/8/2022).

Secara medis dari laporan yang diterimanya Paus tersebut sudah mulai tidak bernafas sejak Senin (1/8/2022) sore sekitar pukul 18.00 WIB. Tidak ada proses respirasi dari tubuh paus sehingga mamalia raksasa tersebut dinyatakan mati.

"Sejak Selasa siang kita lihat pembusukan sudah berjalan. Tapi masih masuk kode 2 atau baru mati. Nanti perlahan akan masuk ke kode 3, mulai proses penimbunan gas, biasanya terlihat setelah kulit mengelupas,"jelasnya.

Karena kematian paus lebih dari 24 jam, kata Aditya, pengambilan sampel bangkai paus tidak dilakukan secara menyeluruh. Pembusukan di organ dalam telah terjadi pada 24 jam masa kematian paus. Sehingga hanya diambil jaringan kulit bagian luar, sampai bagian daging.

"Kita sepakati, kita ambil sampel yang memungkinkan untuk diperiksa. Jika organ dalam itu sudah busuk sehingga jika kita paksakan hasilnya juga tidak maskmal. Diambil dulu, masih kita awetkan dulu di lab," tambahnya. 

Uji DNA Daging Paus

Selanjutnya, kata Aditya, jaringan kulit dan daging itu bakal di uji DNA dan uji akumulasi serta polutan organik. Namun butuh proses lama untuk mendapatkan hasil pengujian tersebut. Minimal selama 3 sampai 4 bulan.

"Hasil uji lab sedikit banyak akan bisa mengungkap penyebab kematian. Kita analogikan kayak puzzle. Memang tidak utuh, tapi sudah muncul gambaran yang lebih utuh. Pencemaran organik di laut yang sekiranya membahayakan itu bisa terakumulasi di jaringan yang kita ambil itu," tegasnya.

Terkait proses yang dilakukan dengan mengubur bangkai ikan, Adit menilai hal tersebut sudah sesuai SOP untuk mamalia yang terdampar dan mati. Dia menjelaskan ada dua metode yang bisa dipilih.

Yang pertama mengubur bangkai seluruhnya setelah diambil sampel atau menenggelamkan bangkai tersebut dengan memberikan pemberat di tengah lautan.

"Yang jelas harus segera disingkirkan karena semakin lama bangkainya bisa mengganggu masyarakat yang ada di sekitar,"tandasnya.

Sebagai informasi seekor paus berukuran besar terdampar di perairan pantai Kelurahan Bulusan, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Senin (1/8/2022) sekitar pukul 13.00 WIB.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan mamalia laut rakasasa tersebut.

Kurang lebih 5 jam petugas gabungan dari TNI AL dan Satpolair telah berupaya menarik paus tersebut kembali ke tengah laut, namun upaya itu tak membuahkan hasil.

Berat paus dan kondisi laut yang tengah surut menjadi kendala utama dalam proses evakuasi. Akhirnya sekitar pukul 19.30 WIB paus itu dinyatakan mati.

 

Infografis Grup H Piala Dunia 2022
Infografis Grup H Piala Dunia 2022. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya