Membaca Suasana Batin Bung Karno Menjelang Hari Proklamasi dalam Bingkai Monolog Wawan Sofwan

Bung Karno, menurut Wawan, tentu harus bersikap bijak menghadapi tuntutan anak-anak muda yang sedang bergelora itu. Tetapi dilain sisi, Bung Karno juga harus mendengarkan rekan-rekan seperjuangannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Agu 2023, 08:30 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2023, 07:38 WIB
Wawan Sofwan aktif berteater sejak tahun 1984. Aksinya saat membawakan  dalam pertunjukan monolog dengan judul “Besok atau Tidak Sama Sekali”. (Istimewa)
Wawan Sofwan aktif berteater sejak tahun 1984. Aksinya saat membawakan dalam pertunjukan monolog dengan judul “Besok atau Tidak Sama Sekali”. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Tanggal 17 Agustus 1945 menjadi hari yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari itu, Indonesia Raya resmi diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta menjadi negara yang merdeka.

Pengumuman proklamasi kemerdakaan tidak datang tiba-tiba dan mulus. Melainkan melalui sejumlah drama dan perdebatan yang alot. Hal inilah tidak banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. bagaimana suasana perdebatan Soekarno dengan anak-anak muda di rumah Soekarno di Jalan Pengangsaan Timur Nomo 56 pada 1 5 Agustus 1945.

Lalu, terjadilah peristiwa Rengasdengklok saat sejumlah pemuda dari Perkumpulan Menteng 31 "menculik" Soekarno dan Hatta dan membawa mereka ke Rengasdengklok, Karawang pada  16 Agustus 1945 untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan paska kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik melawan sekutu.

Perdebatan waktu itu adalah tentang kapan dan siapa yang memprokamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Soekarno, Hatta dan beberapa tokoh menginginkan proklamasi dilakukan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk pada 7 Agustus 1945. Akan tetapi para anak muda itu menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI.

Akhirnya, setelah melalui berbagai pembicaraan antara golongan tua dan anak-anak muda diRengasdengklok, terjadilah kesepakatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada 17 Agustus 1945.

Lalu Soekarno dan Hatta diizinkan kembali ke Jakarta dan memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia.

Suasana batin Soekarno pada saat-saat menjelang hari Proklamasi itu oleh Wawan Sofwan, seorang aktor, sutradara teater dan penulis naskah asal Ciamis, Jawa Barat menjadi dalam pertunjukan monolog dengan judul “Besok atau Tidak Sama Sekali”.

Sebuah pertunjukan yang menceritakan dialog dan situasi batin Soekarno menjelang memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta.

Wawan Sofwan membawakan naskah tersebut dalam sebuah rangkaian pertunjukan teater monolog di Mexico City, Meksiko serta di New York, Chicago, dan Seattle, Amerika Serikat bersama Regina Art-Jakarta dalam rangkaian tour Regina Art Monolog Project pada akhir Februari hingga Maret 2023 lalu.

Selain monolog “Besok atau Tidak Sama Sekali”, rangkaian pertunjukan teater ini juga menampilkan naskah “Cotton Candy” bersama aktris Joane Win yang mengangkat perjuangan perempuan korban kekerasan seksual dalam mengatasi traumanya. Pada kedua pertunjukan tersebut, Wawan Sofwan menjadi sutradaranya.

Berteater Sejak 1984

Wawan Sofwan aktif berteater sejak tahun 1984 ketika belajar di IKIP Bandung, lalu melanjutkan aktivitas teaternya di Studi Klub Teater Bandung pada tahun 1986. Beberapa naskah drama yang pernah dipentaskannya adalah King Lear, Impian di Tengah Musim, Julius Caesar, Doa Carlos, Oknum, Laporan untuk Akademi, Zarathustra, Indonesia Menggugat, dan lainnya.

Beberapa naskah itu dalam bentuk monolog. Sebagai aktor sekaligus penulis naskah teater, situasi perdebatan Bung Karno dengan sejumlah anak muda diantaranya Wikana, Sukarni, Chairul Saleh, Asmara Hadi, Subadio Satrisatomo, Sajuti Melik, dan lainnya itu mengilhami Wawan untuk menyusun naskah teater yang dibawakansecara monolog berjudul "Besok atau Tidak Sama Sekali".

"Bung Karno tidak begitu saja membacakan teks proklamasi, tapi sebelumnya terjadi rentetan peristiwa penting. Saya mengimajinasikan situasi batin Bung Karno ketika itu." Tutur Wawan, Minggu (27/8/2023).

Bung Karno, menurut Wawan, tentu harus bersikap bijak menghadapi tuntutan anak-anak muda yang sedang bergelora itu. Tetapi dilain sisi, Bung Karno juga harus mendengarkan rekan-rekan seperjuangannya seperti Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, Muhammad Yamin, Ki BagusHadikusumo, Muhammad Suroso, Ahmad Subarjo, Mr. Assaat, dan Abikusno Tjokrosuyoso, yang tergabung dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

“Bisa kita bayangkan, jika Bung Karno salah langkah dalam menghadapi situasi genting menjelang kemerdekaan, bisa saja proklamasi kemerdekaan itu tidak pernah terjadi.” Kata Wawan.

Infografis Journal
Infografis 10 Daftar Pahlawan Nasional Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Tri Yasnie)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya