Ramai-Ramai Jurnalis di Jatim Menolak Revisi RUU Penyiaran, Dinilai Bisa Ancam Kebebasan Pers

Puluhan Jurnalis tersebut berjalan mundur dan meletakan kartu pers yang dikelilingi sejumlah lilin di bundaran gedung DRPD Jember pada Kamis malam (16/5/2024).

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 18 Mei 2024, 08:06 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 23:57 WIB
Puluhan jurnalis jember melakukan aksi damai menolah revisi RUU Penyiaran di depan  Gedung DPRD setempat (Istimewa)
Puluhan jurnalis jember melakukan aksi damai menolah revisi RUU Penyiaran di depan Gedung DPRD setempat (Istimewa)

Liputan6.com, Jember - Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Jember, melakukan aksi damai menolak revisi rancangan Undang- Undang Penyiaran yang salah satu pasalnya mengancam kebebasan pers.

Puluhan Jurnalis  tersebut berjalan mundur dan meletakan kartu pers yang dikelilingi sejumlah lilin di bundaran gedung DRPD Jember pada Kamis malam (16/5/2024).

“Larangan penayangan hasil peliputan jurnalisme investigasi tentu mengancam kebebasan pers, sehingga kami dengan tegas menolah RUU Penyiaran itu,”ujar Sekretaris IJTI Tapal Kuda Mahfud Sunarji.

Selain itu, kata dia, dalam revisi RUU Penyiaran itu juga menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa pers diselesaikan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sehingga hal tersebut akan tumpeng tindih dengan kewenangan Dewan Pers, karena hal itu merupakan produk jurnalistik.

“Hal itu akan memberangus  peran Dewan Pers sebagai lembaga independent yang menyelesikan sengketa pers, sehingga RUU Penyiaran  akan tumpeng tindih dengan UU Pers,”tambahnya

Sementara itu anggota AJI Jember Andi Saputra mengatakan, larangan penayangan jurnalisme investigasi secara tegas harus ditolak  karena membatasi kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.

“Pasal tersebut tidak hanya mengancam kebebasan pers, namun merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi pemberitaan yang berkualitas,”ucapnya

Ia mengatakan revisi UU Penyiaran itu akan membawa masa depan jurnalisme di Indonesia menuju masa kegelapan karena secara nyata membatasi kerja -kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum.

“Kami berharap pemerintah dan DPR meinjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran, menghapus pasal- pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekataan pers dan hak  publik atas informasi dan melibatkan Dewan Pers dalam pembahasan itu,”tuturnya

Hal senada juga disampaikan oleh Anggota PWI Jember Sutrisno yang menilai bahwa larangan penyiaran hasil liputan investigasi dalam revisi RUU Penyiaran sangat terkesan tendensius dan membungkam karya jurnalistik yang berkualitas.

“Itu artinya revisi undang- undang penyiaran ini sama saja membungkam karya jurnalistik yang berkualitas,”pungkasnya

Membungkam Karya Jurnalistik Berkualitas

Aksi yang sama dilakukan puluhan wartawan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. mereka melakukan aksi damai dengan cara menutup mulut menggunakan lakban sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang kontroversi.

Aksi tersebut diikuti wartawan yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Wartawan Lumajang (IWL) dan komunitas wartawan lainnya di alun-alun Kabupaten Lumajang, Jumat.

"Para wartawan secara kompak menutup mulutnya dengan lakban sebagai gambaran upaya pembungkaman terhadap pers melalui RUU Penyiaran," kata Ketua PWI Lumajang Mujibul Choir di kabupaten setempat.

Menurutnya larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf RUU Penyiaran bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa pers tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

"Larangan penayangan jurnalisme investigasi tentunya akan membungkam kemerdekaan pers, padahal sudah jelas tertera dalam UU Pers pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain," tuturnya.

Aksi Serupa di Malang dan Blitar

Aksi serupa dilakukan jurnalis dari Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu atau se-wilayah Malang Raya. Mereka menggelar aksi damai untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran yang salah satu pasalnya mengancam kebebasan pers.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya Benni Indo di Kota Malang, Jumat, menilai pasal yang menyebutkan adanya pelarangan eksklusif konten investigasi membatasi kebebasan pers.

"Investigasi adalah roh dari jurnalisme. Pelarangan penayangan eksklusif konten investigasi sama dengan membatasi kebebasan pers," kata Benni.

Para jurnalis tersebut tergabung dari berbagai organisasi pers seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).

Benni beranggapan bahwa peliputan investigasi ini mampu memberikan informasi yang mendidik untuk masyarakat sehingga perlu mendapatkan dukungan.

"Liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam," katanya,

Di Blitar, sejumlah wartawan meletakkan id card pers sebagai wujud protes saat menggelar aksi penolakan RUU penyiaran di depan gedung DPRD Kota Blitar, Jawa Timur, Jumat (17/5/2024).

Sejumlah wartawan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Blitar Raya tersebut menolak keras draft rancangan undang-undang (RUU) penyiaran yang kini sedang di bahas oleh badanlegislatif (Baleg) DPR RI, karena terdapat sejumlah pasal yang dinilai akan membungkam kerja jurnalisme, salah satunya mengenai pelarangan penyiaran jurnalisme investigasi.

Infografis Sederet Aturan Koper Pintar Masuk Kabin Pesawat. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Sederet Aturan Koper Pintar Masuk Kabin Pesawat. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya