Alasan Panas Bumi Perlu Dilihat Sebagai Beyond Electricity
Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang sangat besar mencapai 23.700 MW. Bahkan potensi ini menempati urutan kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.
Direktur Panas Bumi Direktorat EBTKE Kementerian ESDM, Harris Yahya menuturkan jika potensi panas bumi 23,76 GW ada di Sumatera.
Indonesia mempunyai potensi panas bumi terbesar kedua setelah Amerika. Saat ini sudah digali demi mengambil kandungan lithium untuk pengembangan panas bumi.
“Panas bumi dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, pemandian air panas dan destinasi wisata, produksi hydrogen, pengeringan pada industri pertanian dan green house, aquaculture, pemanas dan pendingin, industri kertas, hingga makanan dan minuman,” ujar dia pada acara DE Talks secara virtual bertema “Masa Depan Industri Panas Bumi di Tengah Glorifikasi Pengembangan EBT,” Rabu (6/10/2021).
Harris mengatakan pembangkit panas bumi hingga 2035 ditargetkan ada tambahan 3.335 MW. Dan hal itu bisa dicapai kalau ada sinergi dan upaya dari semua pihak.
“Regulasi sudah sangat lengkap, sudah identifikasi tantangan spesifik untuk panas bumi dan strateginya. Keterlibatan stakeholder sangat penting. Kami harap kita satu visi terkait hal ini. insentif pasti ada. Khusus panas bumi banyak insentif fiskal,” tambah dia.
Direktur Utama PT Medco Power Indonesia Eka Satira Djalins mengatakan jika potensi panas bumi yang dimiliki di Indonesia bisa terus dikembangkan dan dioptimalkan.
Ini dengan menyelesaikan tiga isu utama. Ketiganya yakni kebijakan, teknologi dan beyond electricity. Dengan ketiga isu tersebut, panas bumi diharapkan bisa menjadi backbone energy ke depannya.
“Potensi panas bumi di Indonesia sangat besar, namun realisasinya berupa Wilayah Kerja Panas Bumi yang sudah berproduksi masih sedikit,” ujar Eka.
Dia menilai jika untuk bisa mencapai ini, semua stakeholder harus terlibat untuk menjawab dan menyelesaikan isu-isu yang ada dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.
Pertama, perihal kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan perkembangan energi. Pengembang panas bumi juga harus memastikan teknologi yang dipraktekkan tepat guna, efisien, dan bisa menghasilkan energi yang efisien.
“Ketiga, kita harus melihat geothermal tidak hanya dari sisi produksi, namun juga beyond electricity,” tambah dia.
Kemudian untuk tarif panas bumi yang sebaiknya ditetapkan pemerintah. Disebutkan jika penetapan tarif penting demi memberikan insentif bagi pengembang untuk dapat return wajar. Dengan demikian industri panas bumi bisa berkembang.
Dia pun meminta energi panas bumi harus dilihat secara unik. Apalagi saat ini pemerintah akan meng-introduce pajak karbon, sehingga akan ada justifikasi kenapa panas bumi ini akan mendapatkan treatment yang lebih signifikan. Hal ini seperti yang dilakukan Turki yang sadar panas bumi memiliki peran penting.
“Usaha pemerintah sangat bagus untuk mengurangi exploration risk. Isu tarif sangat bagus untuk dibahas, bukan untuk mendapat harga tinggi, tapi agar ada balance dan asas manfaat,” ungkap Eka.
Selain Eka, hadir dalam diskusi virtual yang digelar Dunia-Energi itu, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Ahmad Subarkah Yuniarto.
Kemudian Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) Riki F Ibrahim; dan Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi.
Sementara Dirut PGE, Ahmad Yuniarto, menilai jika tantangan pengembangan panas bumi adalah inovasi ke depan berupa beyond direct geothermal energy.
Panas bumi bisa digunakan untuk katalis dekarbonisasi dan mencapai net zero emission pada 2060. “Kami yakin panas bumi bisa jadi game changer dalam transisi energi dan upaya percepatan transisi energi,” kata dia.
Menurut Ahmad, PGE sekarang bagian dari subholding power NRE yang mempunyia misi untuk kolaborasi bersama stakeholder dalam menyongsong transisi energi menggunakan energi bersih dalam hal ini sumber daya panas bumi dan nilai-nilai yang bisa dikembangkan dari panas bumi.
PGE mempunyai aspirasi pada 2030 untuk transformasi menjadi sebuah perusahaan energi hijau kelas dunia.
Untuk itu, perlu upaya keras dan sangat banyak untuk bergerak menjadi sebuah perusahaan green energy kelas dunia.
“Kapasitas terpasang saat ini 672 MW dan akan ditumbuhkan menjadi 1.500 MW pada 2030, dan berupaya menjadi perusahaan yang setara di global dengan revenue US$1 billion,” jelasnya.
Punya Potensi 25 GW, Bagaimana Pengembangan Panas Bumi di RI?
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyoroti, panas bumi merupakan energi baru terbarukan (EBT) utama yang paling potensial, yakni untuk mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi.
Selain pembangkit listrik tenaga air (PLTA), Komaidi menyebut, panas bumi sejauh ini merupakan kontributor terbesar dalam porsi penggunaan EBT dalam bauran energi nasional.
Menurut dia, pengembangan panas bumi sangat patut menjadi prioritas nasional dalam menyongsong pelaksanaan transisi energi. Tapi realitanya, Indonesia belum banyak memanfaatkan energi panas bumi.
"Indonesia memiliki 25 GW potensi panas bumi, namun saat ini baru 3 GW (12 persen) menjadi cadangan terbukti dan 2,13 GW (8 persen) kapasitas terpasang," terang Komaidi, Senin (17/1/2022).
Perkembangan cadangan terbukti yang masih relatif rendah tersebut mengindikasikan eksplorasi panas bumi di Indonesia masih cukup berisiko. Salah satu risikonya, eksplorasi panas bumi di Indonesia memerlukan waktu 7-10 tahun.