Liputan6.com, Jakarta - Google, seperti perusahaan raksasa teknologi lainnya, sedang berupaya mengoperasikan pusat data perusahaan dengan energi bebas karbon 24/7 pada tahun 2030. Diketahui, perusahaan mulai mendaur ulang bahan-bahan pada produknya.
Dan kini, dikutip dari Gadgets Now, Sabtu (9/12/2023), Google membocorkan cara baru mendaur ulang bahan-bahan tersebut, yaitu memanfaatkan energi dan menggunakannya untuk menggerakkan pusat data.
Baca Juga
Google merancang metode penggunaan energi panas bumi dan menghasilkan listrik tanpa membakar bahan bakar fosil atau melepaskan karbon ke atmosfer.
Advertisement
Perusahaan mengungkapkan, hal ini membantu menyediakan pasokan energi bersih yang melengkapi variabel energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, serta menjadikan jaringan listrik lebih dekat untuk beroperasi pada CFE 24/7."
Dalam upaya ini, Google bermitra dengan startup energi ramah lingkungan Fervo sejak dua tahun lalu. Ini menjadi perjanjian perusahaan pertama di dunia yang mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi ini kini telah beroperasi dan listrik bebas karbon mulai mengalir ke jaringan listrik lokal yang melayani pusat data Google di Nevada.
Dalam sebuah blog, Michael Terrell selaku Direktur Senior Energi dan Iklim di Google, menjelaskan bahwa Fervo menggunakan teknik pengeboran yang dipelopori oleh industri minyak dan gas untuk memanfaatkan panas.
Fervo menggali dua sumur horizontal untuk memanfaatkan panas bawah permukaan ini di lokasi pusat data Google di Nevada.
Perusahaan juga memasang kabel serat optik untuk menangkap data yang menunjukkan aliran, suhu, dan kinerja sistem panas bumi secara real-time.
"Pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat memproduksi CFE sepanjang waktu dengan menggunakan lebih sedikit lahan dibandingkan sumber energi ramah lingkungan lainnya," kata Google.
Apple Gandeng Nike Luncurkan Akademi Pengadaan Energi Bersih
Di sisi lain, Apple juga bekerja sama dengan berbagai perusahaan besar AS, termasuk Nike, untuk meluncurkan Akademi Pengadaan Energi Bersih.
Ini adalah upaya Apple dalam memberdayakan perusahaan lain untuk mengadopsi energi ramah lingkungan dan mendukung dekarbonisasi rantai pasokan.
Apple dan Nike memulai proyek ini melalui Program Global Clean Energy Buyers Institute (CEBI), yang diluncurkan pada tahun 2022 dengan pendanaan dari Google. Dan tercatat, Amazon, Meta, PepsiCo, serta REI Co-op turut mendaftar untuk mendukung skema ini.
Ide besar di balik kelompok baru ini adalah untuk mengadvokasi penyediaan energi ramah lingkungan di seluruh wilayah dan membekali perusahaan lain dengan sumber daya yang mereka perlukan untuk mewujudkannya.
Dikutip dari Computerworld, Selasa (7/11/2023), rantai pasokan menyumbang lebih dari 50 persen emisi gas rumah kaca global. Maka dari itu, memang perlu dilakukan dekarbonisasi.
Apple mempertahankan kepemimpinannya dalam upaya ini, dan telah meningkatkan penggunaan listrik terbarukan di seluruh rantai pasokannya hampir 30 persen pada tahun 2022.
Dan yang menarik, diketahui semua toko ritel, pusat data, dan kantor Apple menggunakan 100 persen energi terbarukan.
Dari adanya inisiatif terbaru ini, diperkirakan Apple telah memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya dari Program Pemasok Energi Bersih untuk membantu sumber daya akademi.
Advertisement
Data Center Microsoft Beralih Gunakan Sumber Energi Terbarukan, Sikapi Perubahan Iklim
Sementara itu, Microsoft merupakan pembeli energi terbarukan terbesar kedua melalui PJBL pada 2021, yang merupakan komitmen membantu meningkatkan pembiayaan untuk mengoperasikan pembangkit listrik baru.
Secara keseluruhan, Microsoft telah menandatangani PPA yang akan berkontribusi dalam menghadirkan lebih dari 10 gigawatt kapasitas energi terbarukan baru secara online.
Microsoft juga memperkirakan, pusat datanya di Irlandia akan menggunakan 100 persen energi terbarukan hasil projek PPA pada 2025.
Sementara Manajer Umum Energi Microsoft Brian Janous menyatakan, seiring dengan perluasan pusat data untuk memenuhi permintaan pelanggan, Microsoft turut menunjukkan komitmennya mengurangi konsumsi karbon dan membantu menyelesaikan masalah perubahan iklim.
Komitmen tersebut ditunjukkan melalui pembelian energi terbarukan hingga inovasi dan kolaborasi, serta mengadvokasi kebijakan yang menciptakan keberkelanjutan.
"Penting bagi kami untuk menyuarakan pendapat kami untuk membantu memengaruhi perkembangan kebijakan yang mendukung dekarbonisasi yang cepat," ujarnya.
Harrison dari BloombergNEF juga mengatakan, penting bagi perusahaan seperti Microsoft untuk aktif dalam mencari kebijakan yang mendukung energi bersih.
Seperti yang sudah dijelaskan, Microsoft akan menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2025. Artinya, perusahaan memiliki PPA untuk pasokan energi hijau ke semua pusat data, gedung, dan kampusnya.
Sementara Pada 2050, Microsoft telah berkomitmen untuk menghilangkan semua karbon yang telah dikeluarkan oleh perusahaan, baik secara langsung maupun melalui konsumsi listrik.
Data Center Bukan Hanya Konsumen Energi
Kemudian, dengan menggunakan pendekatan inovatif, Microsoft telah mencontohkan bagaimana data center dapat menghemat daya, mengurangi emisi, dan bahkan menyumbangkan energi kembali ke jaringan listrik.
Di Finlandia, limbah panas dari dua data center baru akan berkontribusi pada sistem pemanas distrik yang digunakan lebih dari 250.000 orang di musim dingin.
Sementara di Swedia, data center Microsoft menggunakan air hujan dan udara luar untuk mendinginkan server, sambil menggunakan panas yang dihasilkan untuk menjaga area kerja tetap hangat bagi para karyawan.
Beralih ke Irlandia, data center Microsoft menggunakan baterai untuk menjaga pasokan listrik yang tidak pernah terputus.
Melalui kolaborasi Microsoft dan Enel X, baterai-baterai tersebut dapat menyediakan listrik melalui interaksi instan dengan jaringan listrik. Baterai cadangan tersebut dapat digunakan untuk membantu menjaga aliran energi yang stabil untuk memberi daya kepada pelanggan.
Hal ini berarti pembangkit listrik berbahan bakar fosil akan lebih jarang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan daya, sehingga bisa mengurangi emisi dan biaya bahan bakar.
"Hal yang hebat dari proyek di Irlandia adalah bahwa baterai-baterai tersebut sudah ada di sana," kata Janous. Pihaknya hanya perlu menambahkan kecerdasan digital untuk menyeimbangkan frekuensi pada sistem.
“Dan hal ini menciptakan peluang besar untuk melihat data center sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar konsumen energi, tapi juga sebagai produsen dan mitra bagi operator jaringan untuk meningkatkan keandalan dan pada akhirnya transisi energi yang telah kita bicarakan,” ujarnya.
Advertisement