Liputan6.com, Jakarta - Tata kelola internet saat ini bisa dibilang sebagai hal yang mendesak untuk dilakukan. Mengapa tidak? Jika tak dikelola secara tepat, dampak negatif internet mungkin akan lebih banyak dibandingkan dampak positifnya.
Namun sayangnya, tata kelola internet sejatinya merupakan hal yang bersifat kompleks. Sebab di dalamnya terlibat banyak hal dan pihak terkait.
Baca Juga
Mengingat pentingnya tata kelola internet, termasuk di Indonesia, tepat pada hari ini (19/1/2016) di Ruangan Serbaguna, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Dr Jovan Kurbalija, Head of Geneva Internet Platform menyampaikan kuliah umum mengenai tata kelola internet.
"Kenapa tata kelola internet penting? Sebab internet merupakan bagian penting dari kehidupan. Ini merupakan temuan dari perusahaan riset," terang Kurbalija, yang juga menulis buku bertajuk 'An Introduction to Internet Governance' (Sebuah Pengantar menuju Tata Kelola Internet).
Untuk memudahkan para peserta kuliah umum, ia menggambarkan tata kelola internet secara menarik. Dalam gambaran tersebut, tata kelola internet diibaratkan sebagai gedung secara keseluruhan.
Sementara hak asasi manusia, sosiokultural, ekonomi, development, hukum, dan keamanan siber, diibaratkan sebagai ruangan yang terpisah sekat-sekat di beberapa lantai yang berbeda. Terpampang pula tulisan bahwa pembangunan gedung tersebut melibatkan banyak pihak, seperti UNESCO, ITU, NGO, media, asosiasi profesional, dan masyarakat.
Tak hanya itu, ia menyampaikan beberapa isu terkait tata kelola internet, yang dimulai dari lapisan konektivitas digital (digital connectivity layer).
"Lapisan konektivitas digital merupakan isu penting yang pertama mengenai tata kelola internet. Isu ini termasuk konten dan aplikasi; protokol, standar dan layanan; serta infrastruktur telekomunikasi," ujarnya.
Hal lainnya yang dijelaskan dalam kuliah umum ini adalah mengenai "cara baru menghasilkan uang" di internet. Ya, melalui sebuah ilustrasi, ia menjelaskan bagaimana terjadinya sebuah transaksi di internet.
"Ini adalah sebuah segitiga yang menggambarkan bagaimana uang bisa dihasilkan di internet," ungkap mantan diplomat tersebut.
Selanjutnya
Pertama dimulai dari pengguna. Pengguna digambarkan sebagai pihak yang memberikan data-data dirinya kepada penyedia layanan. Penyedia layanan ini tentu memanjakan para pengguna dan layanannya.
Kemudian, data-data pengguna tadi diolah sedemikian rupa hingga menjadi targeted ads (iklan tertarget). Untuk iklan tertarget ini, para vendor rela membayar sejumlah uang kepada penyedia layanan.
Lalu, iklan tersebut pun dilihat para pengguna layanan tadi, sehingga mereka pun tertarik untuk membeli produk yang diiklankan. Maka, terjadilah transaksi jual beli. Pengguna membeli produk tersebut, dan iklan yang dijalankan oleh vendor melalui penyedia layanan pun dinyatakan berhasil.
Adapun isu lainnya yang dibahas terkait yurisdiksi, tepatnya posisi individu di politik global. Contohnya mengenai 'hak untuk dilupakan', yang disahkan pada 2014 lalu oleh European Union Court of Justice.
"Kita lihat kasus 'hak untuk dilupakan' dari Mario Costeja Gonzales. Ia keberatan, ketika ia mengetik namanya di Google, tautan pertama di Google yang muncul pada saat itu adalah mengenai kebangkrutan dirinya. Lalu ia protes ke media yang memberitakan itu karena ia beranggapan itu adalah masa lalu dan meminta media tersebut menghapus berita itu," terangnya.
Selanjutnya kasus ini pun berkaitan langsung dengan Google hingga pada akhirnya, pemberitaan kebangkrutan politikus asal Spanyol itu 'dilupakan'. Dan untuk diketahui, di halaman hasil pencarian Google akan muncul tulisan 'Beberapa hasil pencarian telah dihapus mengikuti hukum perlindungan yang berlaku di Eropa', ketika sebuah berita telah 'dilupakan'.
Di akhir acara, Rudiantara mengatakan bahwa dirinya sangat mendukung gelaran semacam ini. "Saya sangat mengapresiasi terselenggaranya diskusi ini. Ini forum yang sangat bagus. Internet jangan cuma untuk sekelompok masyarakat, tapi untuk semua orang. Dan saya yakin, kita semua punya satu tujuan yang sama, yaitu memanfaatkan teknologi untuk kepentingan yang lebih baik," kata Rudiantara.
(Why/Cas)
Advertisement