Uber Rugi Rp 16,8 Triliun, Apa Penyebabnya?

Raksasa penyedia tranportasi berbasis aplikasi asal Amerika Serikat, Uber, mengalami kerugian dalam jumlah fantastis.

oleh M Hidayat diperbarui 28 Agu 2016, 00:31 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2016, 00:31 WIB
Kantor Uber
Kantor Uber

Liputan6.com, San Francisco - Raksasa penyedia tranportasi berbasis aplikasi asal Amerika Serikat, Uber, mengalami kerugian dalam jumlah fantastis.

Merujuk pada laporan Bloomberg, Minggu (28/8/2016), total kerugian Uber di paruh pertama tahun ini mencapai sekitar US$ 1,27 miliar atau kurang lebih setara dengan Rp 16,8 triliun.

Hal ini diungkapkan oleh Head of Finance Uber, Gautam Gupta. Kepada para pemegang saham, Gupta mengatakan bahwa di Amerika Serikat sekali pun, di mana Uber sempat meraup keuntungan pada kuartal pertama tahun ini, Uber juga harus mengalami kerugian.

Menurut seorang sumber yang familiar dengan masalah ini, Gupta menjelaskan kepada para investor bahwa subsidi yang digelontorkan kepada para mitra pengemudi adalah penyebab utama kerugian Uber secara global.

Sayangnya, juru bicara Uber masih enggan buka suara mengenai kebenaran kabar sumber tersebut. Terkait kerugian yang dialami Uber, seorang profesor di bidang bisnis di New York University Aswath Damodaran, melontarkan komentarnya.

"Anda tidak akan menemukan perusahaan teknologi yang rugi sebanyak ini dengan sangat cepat," ujar Damodaran.

Untuk diketahui, tahun lalu Uber juga menderita kerugian setidaknya US$ 2 miliar atau sekitar 26,4 triliun. Nilai kerugian itu belum termasuk bunga, pajak, depresiasi (penyusutan nilai), dan amortisasi (penyusutan secara berangsur-angsur dari utang atau penyerapan nilai kekayaan tidak berwujud dan bersifat susut).

Adapun pemodal di balik Uber terdiri dari perusahaan pemodal ventura (venture capital firm), semisal Benchmark Capital hingga bank investasi seperti Goldman Sachs.

Secara keseluruhan, Uber telah mendapat suntikan modal lebih dari US$ 16 miliar dan valuasinya meningkat menjadi US$ 69 miliar.

Kemudian satu hal yang juga menarik dari laporan ini adalah, meskipun Uber bukanlah perusahaan publik, setiap tiga bulan para pemegang saham Uber mendengarkan detail laporan kinerja Uber dari Gupta.

(Why/Isk)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya