Bisnis IoT Berbasis Satelit Capai Rp 39 Triliun di 2026

Pertumbuhan nilai bisnis ini didorong dengan jumlah terminal in-service untuk perangkat M2M sebanyak 6,8 juta di dunia.

oleh Corry Anestia diperbarui 29 Sep 2017, 08:30 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2017, 08:30 WIB
Internet of Things (IoT)
Ilustrasi Internet of Things (IoT). (Doc: Wired)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai bisnis machine-to-machine (M2M) dan Internet of Things (IoT) berbasis satelit di dunia diprediksi mencapai US$ 2,9 miliar atau sebesar Rp 39 triliun pada 2026. Demikian menurut lembaga riset NSR.

Dalam laporan terbarunya, sebagaimana dikutip Telecom Asia, Jumat (28/9/2017), pertumbuhan nilai bisnis tersebut didorong dengan jumlah terminal in-service untuk perangkat M2M sebanyak 6,8 juta di dunia.

Menurut riset, semakin banyak aplikasi M2M yang membutuhkan koneksi satelit, seperti aplikasi untuk sektor transportasi darat hingga pelacakan kargo. Kedua sektor tersebut merupakan beberapa sektor industri yang menguntungkan.

"Hasil riset kami menunjukkan ada 22 aplikasi yang mendatangkan pertumbuhan pendapatan setiap tahunnya, dan mempercepat suplai kapasitas perangkat M2M baru," ungkap analis senior NSR, Alan Crisp.

Selain itu, lanjut Crisp, permintaan tertinggi layanan M2M kebanyakan berasal dari produk yang membutuhkan kapasitas bandwith yang rendah. Memang, layanan M2M dan IoT tak terlalu membutuhkan bandwith tinggi.

NSR memprediksi dalam beberapa dekade selanjutnya, sejumlah sektor bisnis akan membutuhkan tambahan bandwith untuk mendukung aplikasi, seperti big data, mesin telematika, dan layanan streaming.

(Cas/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya