Liputan6.com, Moskow - Sama seperti Facebook, Telegram juga tengah diterpa kabar buruk. Belum lama ini aplikasi pesan instan asal Rusia itu terancam diblokir di negara asalnya sendiri.
Pasalnya, Federal Service for Supervision of Communications, Information Technology and Mass Media selaku lembaga pengatur regulasi TIK dan media massa Rusia, meminta Telegram untuk menyerahkan kunci enkripsi data seluruh penggunanya.
Advertisement
Baca Juga
Telegram tentu tidak mau. Mereka bersikeras berpegang teguh pada konsistensi perusahaan kalau data dan privasi pengguna harus dijaga dan tidak bisa diserahterimakan ke pihak ketiga. Telegram pun mengajukan banding, yang sayangnya berakhir nihil.
Sebagai langkah lanjutan untuk menetapkan pemblokiran, Rusia meminta Apple dan Google untuk menghapus aplikasi tersebut dari toko aplikasinya, App Store dan Google Play Store. Penghapusan aplikasi ini cuma berlaku khusus di seluruh wilayah Rusia.
Lembaga yang juga disebut sebagai Roskomnadzor ini bahkan telah mengirimkan surat permohonan kepada Apple dan Google agar mereka bisa menghapus Telegram sesegera mungkin. Demikian menurut informasi yang dilansir Reuters pada Rabu (18/4/2018).
Walau sudah dikirimkan surat, baik Apple dan Google hingga kini belum memberikan tanggapan kepada Roskomnadzor.
Rusia Sudah Mulai Blokir Telegram
Seperti diketahui, Regulator telekomunikasi Rusia, pada Senin (16/4/2018), mengatakan telah mulai memblokir akses ke aplikasi pesan singkat Telegram.
Pemblokiran dilakukan karena Telegram menolak memberikan akses keamanan pesan rahasia para penggunanya kepada pemerintah setempat.
Dikutip dari Reuters, Selasa (17/4/2018) Roskomnadzor telah mengirimkan pemberitahuan kepada para operator telekomunikasi tentang pemblokiran akses Telegram di dalam Rusia. Dibutuhkan waktu selama beberapa jam untuk melakukan pemblokiran total.
Telegram saat ini memiliki lebih dari 200 juta pengguna global dan merupakan aplikasi pesan mobile paling populer ke sembilan di dunia.
Roskomnadzor melakukan pemblokiran atas perintah pengadilan Rusia pada Jumat (13/4/2018), yang memutuskan bahwa Telegram telah melanggar regulasi negara tersebut.
Telegram telah berulang kali menolak memberikan akses pesan enkripsi pengguna kepada Federal Security Service (FSB) Rusia.
FSB beralasan membutuhkan akses tersebut untuk berjaga-jaga dari ancaman keamanan, seperti serangan teroris. Namun, Telegram menilai pemberian akses tersebut sama saja dengan melanggar privasi pengguna.
Advertisement
Pemblokiran Telegram Tak Berdampak pada Keamanan Rusia
CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov, menilai pemblokiran tersebut akan merugikan kehidupan 15 juta penduduk Rusia. Di sisi lain, pemblokiran justru tidak akan berdampak apa pun pada peningkatan keamanan Rusia.
"Ancaman teroris di Rusia akan tetap sama karena ekstremis akan terus menggunakan berbagai channel komunikasi yang dienkripsi di layanan pesan lain, atau melalui VPN (Virtual Private Networks). Kami menganggap keputusan pemblokiran itu anti-konstitusoinal dan akan melanjutkan membela hak korespondensi rahasia untuk orang-orang Rusia," ungkap Durov.
Durov merupakan pionir media sosial di Rusia, tapi meninggalkan negara tersebut pada 2014. Sejak saat itu, ia mengkritik dengan vokal berbagai kebijakan Kremlin mengenai kebebasan internet.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: