Belasan Karyawan Resign Berjemaah dari Google, Ada Apa?

Sejumlah karyawan Google dilaporkan memutuskan untuk keluar dari perusahaan karena memilih bekerja sama dengan militer.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 15 Mei 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2018, 17:30 WIB
Logo baru Google
Logo baru Google

Liputan6.com, Mountain View - Kejadian mengejutkan baru saja dialami sejumlah karyawan Google baru-baru ini. Menurut laporan terbaru, ada sekitar 12 pegawai yang tiba-tiba mengajukan pengunduran diri ke perusahaan tersebut.

Tak hanya itu, ada sekitar empat ribu karyawan yang dilaporkan telah mengajukan petisi kepada Google. Lantas, apa yang membuat sejumlah karyawan raksasa internet tersebut mengajukan petisi dan keluar dari perusahaan?

Setelah diusut, menurut laporan Gizmodo, aksi itu dilakukan karena Google diketahui telah bekerja sama dengan pihak militer Amerika Serikat. Perusahaan diketahui menjalin kerja sama dengan Pentagon untuk menggarap proyek bernama Project Maven.

Sekadar informasi, proyek ini merupakan pengembangan drone berbasis kecerdasan buatan. Berbekal kecerdasan buatan dan machine learning, pihak militer dapat lebih cepat mengenali orang atau objek tertentu.

Keputusan ini, menurut karyawan, bertentangan dengan kode etik mengenai penggunaan kecerdasan buatan untuk drone. Tak hanya itu, perusahaan kini juga dianggap mulai terbuka terhadap kerja sama yang berbalut politis dan militer.

Sebagai contoh, Google disebut menjadi salah satu sponsor dalam gelaran Conservative Political Action Conference. Adapun acara ini merupakan konferensi tahunan yang mempertemukan aktivis konservatif dan kandidat terpilih di seluruh Amerika Serikat.

Suara lain juga menyebut perusahaan kini sudah tak lagi transparan terhadap karyawan. Hal itu terutama berlaku untuk sejumlah keputusan penting, padahal sebelumnya Google disebut cukup mendengar masukan dari para karyawan.

"Saya tak senang menyuarakan kegelisahan di pihak internal saja. Pernyataan terkuat yang dapat saya lakukan untuk melawan keputusan itu adalah keluar," tutur salah seorang karyawan yang keluar, seperti dikutip dari Engadget, Selasa (15/5/2018).

Masalah Kecerdasan Buatan di Militer

Ilustrasi Kecerdasan Buatan, Robot
Ilustrasi Kecerdasan Buatan, Robot

Aksi melawan kerja sama dalam Project Maven sebenarnya sudah tumbuh di dalam internal perusahaan. Sejak sebulan lalu, ada sekitar ribuan karyawan yang menandatangani petisi penolakan kerja sama ini.

Akan tetapi, Google disebut masih tetap teguh dengan keputusannya untuk bekerja sama dengan pihak militer. Google menilai sistemnya bersifat open souce, sehingga pihak militer dapat menggunakannya tanpa keterlibatan langsung perusahaan.

Secara umum, pemanfaatan kecerdasan buatan untuk kebutuhan militer memang masih menjadi polemik. Sejumlah pihak juga masih menentang karena berpotensi berbahaya. 

Namun, Google dan Pentagon menyebut, Project Maven tidak akan mengarah pada sistem senjata otonom yang dikhawatirkan banyak pihak akan jadi senjata otomatis yang membahayakan manusia.

Menurut Google, dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan, militer bisa menghindari salah target terutama terhadap masyarakat.

Sebagian karyawan Google pun setuju dengan proyek ini. Sejauh ini Google dikenal dengan motonya "don't be evil", oleh karenanya kabar perusahaan menjadi kontraktor pertahanan menyulut perpecahan internal.

 

Penjelasan Google

Google Plex
Suasana kantor pusat Google di Googleplex, Mountain View, Palo Alto, California. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Google sendiri sudah memberikan pernyataan terkait kerja sama dengan pihak militer ini. Berikut ini adalah pernyataan resmi dari perusahaan.

"Salah satu bagian penting dari kultur perusahaan adalah memiliki karyawan yang aktif terlibat dalam pekerjaan yang kita lakukan.

Kami tahu bahwa ada banyak pertanyaan terkait dengan teknologi baru ini. Oleh karenanya lewat percakapan antara perusahaan, karyawan, dan ahli-ahli di luar sana merupakan hal besar dan bermanfaat.

Maven adalah proyek DoD yang dipublikasikan dan Google bekerja pada salah satu bagiannya--secara khusus untuk tujuan non-ofensif dan menggunakan software pengenalan terbuka yang tersedia untuk setiap pelanggan Google Cloud. Model-model ini didasarkan hanya pada data yang tidak bersifat rahasia.

Teknologi ini digunakan untuk menandai gambar atau review serta dimaksudkan untuk menyelamatkan orang saat dibutuhkan.

Setiap penggunaan machine learning tentu meningkatkan kepanikan. Kami berupaya terus berkomunikasi dengan baik dengan pihak lain melalui diskusi yang komprehensif tentang topik ini, dan juga dengan bantuan para ahli.

Hal ini seiring dengan pengembangan kebijakan yang kami terapkan serta penggunakan teknologi machine learning kami," demikian pernyataan Google.

(Dam/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya