Red Hat Ibaratkan Open Source seperti Air

Solusi ini bisa diaplikasikan ke layanan perusahaan karena berbentuk akses bebas dengan sistem yang bisa disesuaikan.

oleh Jeko I. R. diperbarui 14 Jul 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2018, 16:00 WIB
Red Hat
Jajaran eksekutif Red Hat Asia Pasifik bersama key partner di Red Hat Partner Conference 2018, Nusa Dua, Bali. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Liputan6.com, Nusa Dua - Open source mungkin merupakan istilah yang kurang familier terdengar di masyarakat umum.

Namun patut diketahui, open source menjadi salah satu solusi teknologi yang penting untuk memajukan kinerja dan sistem sebuah perusahaan, baik korporasi, bahkan sampai ke yang skalanya sangat kecil seperti UKM (Usaha Kecil dan Menengah).

Lantas, bagi kamu yang belum familier dengan istilah ini, Red Hat akan menjelaskannya secara sederhana.

Disampaikan Damien Wong, Vice President & General Manager, Asian Growth & Emerging Market Red Hat, open source itu adalah solusi teknologi terbuka yang bisa dimanfaatkan perusahaan.

Solusi ini bisa diaplikasikan ke layanan perusahaan karena berbentuk akses bebas dengan sistem yang bisa disesuaikan.

Mudahnya, Damien mengibaratkan open source seperti air. "Open source itu ibarat air, ya kita tahu air itu kan berasal dari berbagai sumber. Nah, banyak orang justru tak akan minum air bebas secara langsung. Bisa saja kan (air ini) tidak bersih. Lalu, ada beberapa pihak perusahaan yang bersedia mengolah air itu agar aman," kata Damien kepada Tekno Liputan6.com di sesi wawancara khusus dalam gelaran Red Hat Partner Conference 2018, yang dihelat di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Kamis (12/7/2018).

Dalam lanjutan penjelasan metaforanya, Damien berkata kalau air yang telah melalui proses ini bisa dibeli oleh pelanggan.

"Karena mereka pasti merasa aman untuk meminum air yang sudah diproses, perusahaan pengolah air juga pasti akan memberikan jaminan," tambahnya.

Ketika beranjak ke bisnis Red Hat, Damien menekankan solusi open source yang ditawarkan bisa dicoba lebih dulu oleh pelanggan Red Hat (yakni perusahaan korporasi).

"Open source itu memiliki keuntungan dari segi biaya, jadi perusahaan tak perlu repot membeli infrastruktur, yang nanti pada akhirnya tak bakal berguna di gudang. Selain itu, perusahaan juga tak perlu mengeluarkan CAPEX yang berlebihan untuk infratruktur TI (Teknologi Informasi).

Menariknya, Damien mengungkap kalau open source juga menjadi opsi utama bagi strartup.

Jika dibandingkan secara finansial, tentu startup akan kalah ketimbang perusahaan korporasi besar.

Maka itu, open source kini dicari oleh perusahaan kecil bahkan UKM untuk bisa bertransformasi digital demi kinerja dan sistem yang lebih mumpuni.

Berkat Open Source, Perusahaan Tradisional Juga Bisa Bertransformasi Digital

Red Hat
Suasana salah satu booth exhibition Red Hat Partner Conference 2018 di Nusa Dua, Bali. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Ada salah satu nama perusahaan yang mencuri perhatian pengunjung gelaran Red Hat Partner Conference 2018.

Dari banyaknya pelanggan yang disebutkan telah bermitra dengan Red Hat, satu pelanggan ternyata berasal dari perusahaan perbankan asal Indonesia, yakni Bank BTPN.

Ya, Bank BTPN ternyata adalah pelanggan Red Hat yang memanfaatkan solusi open source.

Damien Wong selaku VP dan General Manager Asian Growth & Emerging Markets (GEM) Red Hat Asia Pasifik, mengaku kalau bank tersebut adalah bukti kalau perusahaan tradisional juga bisa mengikuti laju disrupsi dan bertransformasi ke arah perusahaan digital.

“Ini bisa jadi bukti kalau perusahaan-perusahaan yang tadinya memiliki sistem kerja dan penunjang bisnis manual dan tradisional, bisa memanfaatkan solusi teknologi untuk memodernisasi bisnis mereka,” kata Damien kepada Tekno Liputan6.com pada sesi wawancara khusus di Red Hat Partner Conference 2018 yang dihelat di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Rabu (11/7/2018).

“Dunia berubah sangat cepat karena disrupsi, yang pasti ada kebutuhan untuk jadi adaptif dan agile untuk bisa merespon kepada ekosistem. Saya yakin ke depannya bakal banyak yang mengikuti langkah seperti perusahaan yang sudah go digital,” tambahnya.

Untuk diketahui, Red Hat sendiri berambisi untuk mengajak perusahaan-perusahaan yang masih bersifat tradisional untuk segera bertransformasi secara digital.

Maka dari itu, benang merah tema “Stronger Together” dari Red Hat Partner Conference 2018 ini adalah ingin memperkuat ekosistem kemitraan yang telah dijalin.

“Kami ingin transformasi digital bisa menyetir inovasi pada open source, ini adalah pesan yang ingin Red Hat sampaikan. Banyak perusahaan tradisional masih belum bisa mengadopsi open source dan belum menciptakan disrupsi digital dari model bisnis,” tutup Damien.

Inovasi Open Source

Open Source
Open Source Software. Dok: irisns.com

Untuk diketahui, selama dua tahun terakhir Red Hat begitu getol membawa open source sebagai solusi penengah bagi laju disrupsi digital bagi perusahaan.

Inovasi Red Hat diwujudkan melalui beberapa cara. Beberapa di antaranya mengembangkan portofolio cloud hybrid terbuka dengan inovasi-inovasi penting di bidang container, OpenStack, virtualisasi, pengembangan aplikasi, manajemen cloud, penyimpanan, dan masih banyak lagi.

Bahkan, Red Hat juga diakui sebagai 'pemimpin' pada Magic Quadrant 2016 keluaran Gartner untuk Full Life Cycle API Management, serta oleh The Forrester Wave Report untuk Hybrid Cloud Management Solutions and Mobile Infrastructure Services.

Dalam dunia open source, ekosistem memainkan peranan kunci dalam menawarkan pilihan yang lebih luas kepada pelanggan.

Red Hat membeberkan telah mengembangkan kolaborasi dengan para pemimpin industri utama, seperti yang sudah disebutkan di atas.

Melihat ke belakang, Red Hat melihat perusahaan-perusahaan di Indonesia bergabung dengan program Pelatihan dan Sertifikasi Red Hat guna membantu tim TI mereka menjadi lebih siap dalam mengatasi skenario-skenario penting di dunia nyata.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya