Terapkan Aturan Fintech, OJK dan Kemkominfo Disarankan Bersinergi

Akses itu dipandang mampu membuat penyelenggara fintech bisa segera memvalidasi data single identity dan meminimalisir fraud.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Agu 2018, 19:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2018, 19:00 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan bisa bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk membuat aturan yang memudahkan penyelenggara Financial Tecnology (fintech) untuk mengakses data kependudukan, khususnya untuk pinjaman personal.

Akses itu dipandang mampu membuat penyelenggara fintech bisa segera memvalidasi data single identity dan meminimalisir fraud.

"Problem-nya, sekarang dinas Dukcapil itu tidak terlalu terbuka kepada swasta. Kan Dukcapil sendiri data-datanya hanya untuk pihak pemerintah dan kepolisian saja sebenarnya," kata Peneliti Indef, Andry Satrio Nugroho seperti dikutip dari Antara via Merdeka, Selasa (28/8/2018).

Dia menjelaskan, sulitnya pemerolehan akses tersebut terkait juga dengan infrastruktur di Dukcapil.

Sebab, server Dukcapil tidak terlalu mendukung diadakannya validasi single identity. Padahal, validasi yang melibatkan instutusi kependudukan sudah dilakukan negara lain di dunia.

"Nah, seharusnya dari pihak OJK, Kementerian Komunikasi, dua-duanya harus bersinergi. Mau dibawa ke mana nih [fintech](fraud "") kalau misalnya proses seperti ini, yang sudah dilakukan beberapa negara," imbuhnya.

Sebenarnya, saat ini aturan mengenai kerja sama perbankan maupun akses verifikasi identitas sudah dibuat OJK.

Contohnya, kerja sama bank dan pelaku fintech tertuang dalam POJK Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum.

Hanya saja, aturan ini memang belum spesifik mengatur kolaborasi fintech dengan perbankan.

 

Aturan Rigid Antara Fintech dan Perbankan

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Andry menuturkan, selain daripada yang diatur oleh OJK dalam POJK Nomor 77 Tahun 2017, perlu dibuat aturan yang lebih rigid mengenai kerja sama fintech dengan perbankan.

Apalagi saat ini, banyak bank yang telah berkolaborasi dengan penyelenggara fintech.

Dia menjelaskan, di beberapa negara, regulasi terkait kolaborasi perbankan dan fintech telah ada. Aturan ini bahkan bisa menekan disrupsi yang dihasilkan fintech terhadap perbankan.

"Jadi lebih baik ada regulasi yang memang mendukung dari sisi inovasi dan kolaborasi antara bank dan fintech itu sendiri. Jadi banknya jalan, fintech-nya juga jalan," ucapnya,

Implementasi di Lapangan

20160830-Pameran-Indonesia-Fintech-Festival-&-Conference-2016-Tangerang-FF
Pengunjung saat mengunjungi pameran di Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 di Tangerang, Selasa (30/8). Fintech merupakan industri jasa keuangan berbasis teknologi digital. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aji Satria Suleiman pun mengatakan, sebenarnya aturan yang ada saat ini sudah cukup di atas kertas. Tinggal bagaimana pengimplementasiannya di lapangan.

"Terkait verifikasi identitas penting untuk mencegah fraud sudah ada aturan soal KYC (knowing your customer) untuk biometrik di OJK ATAU BI. Sekarang hanya masalah implementasi di Dukcapil."

Akses ke Dukcapil ini dianggap Aftech memang mampu memberikan validasi data yang akurat.

Dari sisi asosiasi, itu kaitannya dengan akses kepada informasi yang harapkan bisa membuat analisisnya lebih valid.

Untuk mengurangi persentase non-perfoming loan (NPL) sendiri, Aji menerangkan, sejatinya sudah ada aturan terkait SLIK dan biro kredit.

Namun lagi-lagi, tinggal masalah implementasi teknis untuk koneksi ke sistem OJK dan masing-masing biro kredit.

Reporter: Idris Rusadi Putra

Sumber: Merdeka.com

(Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya