Ini Tiga Jenis Tindak Kecurangan yang Marak di Platform Grab

Grab sendiri mengetaui dan mengidentifikasi tiga jenis kecurangan atau fraud yang sering terjadi pada aplikasinya.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 13 Mar 2019, 18:14 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2019, 18:14 WIB
Harapan Baru Buat Pengemudi Grab, Berkesempatan Dapat Rumah Lho!
Harapan Baru Buat Pengemudi Grab, Berkesempatan Dapat Rumah Lho!

Liputan6.com, Jakarta - Tindak kecurangan atau fraud kini tak hanya terjadi pada bisnis tradisional saja, tetapi praktik itu juga marak menyasar platform digital yang banyak dipakai pengguna.

Salah satunya adalah kecurangan pada aplikasi ride hailing seperti Grab. Head of User Trust Grab, Wui Ngiap Foo, mengatakan, dua pertiga dari pengemudi Grab mengetahui pengemudi lain melakuan kecurangan. Sementara, 80 persen pengemudi Grab, seminggu sekali mendapatkan order palsu.

Nah, bagi Grab sendiri ada tiga jenis kecurangan atau fraud yang sering terjadi pada aplikasinya.

"Pertama adalah fake GPS, kedua pemalsuan atau modifikasi aplikasi, dan yang ketiga adalah transaksi palsu yang bertujuan untuk mencurangi insentif," kata Wui Ngiap Foo di Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Fake GPS atau GPS palsu adalah upaya penggunaan alat GPS palsu dan telepon yang dimodifikasi untuk memalsukan perilaku mengemudi dan menyelesaikan perjalanan untuk memainkan sistem.

Selanjutnya adalah transaksi palsu demi mendapatkan insentif dari pihak Grab.

Di sini, si penipu menyiapkan beberapa telepon dan akun, kemudian berpura-pura melakukan banyak perjalanan yang dibayar secara tunai. Tujuannya adalah untuk mendapatkan manfaat dari pembayaran bonus setelah berhasil mencapai status dapat insentif.

Ketiga adalah aplikasi palsu, di mana aplikasi Grab telah dirusak atau dimodifikasi atau mengunduh aplikasi ilegal di luar Google Play atau Apple Store resmi.

Lebih lanjut, diungkapkan oleh Presiden Grab Indonesi, Ridzki Kramadibrata, kecurangan yang ada di aplikasi Grab sebenarnya cukup banyak macamnya, namun yang paling banyak adalah ketiga hal di atas.

"Kami enggak ada detailnya, cuma itu adalah tiga terbesar, kalau disebutkan 20 kan bingung juga. Itu tiga paling utama yang biasa terjadi di platform Grab," tutur Ridzki.

 

Timbulkan Kerugian untuk Semua Pihak

(ki-ka) Head of User Trust Grab Wui Ngiap Foo, Kepala Subdirektorat Penyidikan Kominfo Teguh Arifiadi, dan Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata. (Liputan6.com/ Agustin S. Wardani)

Meski begitu, ketiga tindak kecurangan atau fraud itu membuat berbagai pihak dirugikan, antara lain adalah mitra pengemudi, perusahaan, hingga konsumen.

"Misalnya untuk GPS palsu, kan konsumen jadi tidak tahu posisi (driver) di mana. Kemudian bagi mitra, penggunakan GPS pasu itu merugikan mereka," katanya.

Selain itu, pihak lain yang juga dirugikan adalah Grab sebagai penyedia layanan. "Fraud dalam bentuk pemalsuan transaksi itu yang dirugikan perusahaan atau investor," kata Ridzki.

Dengan kecurangan-kecurangan di atas, ada beberapa hal yang jadi kerugian baik Grab, mitra pengemudi, maupun konsumen. Misalnya hilangnya kepercayaan konsumen, berkurangnya penghasilan pengemudi, hingga integritas sistem Grab terganggu.

 

Grab Defence

Driver Grab Bike Malang

Untuk itulah Grab menerapkan sistem keamanannya yang bernama Grab Defence. Berbasis pada sistem API, kecerdasan buatan dan machine learning, hingga database yang dimilik Grab, perusahaan yang bermarkas di Singapura itu mencoba untuk memerangi kecurangan yang ada di platform-nya.

Grab Defence terdiri dari tiga hal, yakni event risk management suite yang memungkinkan pelaku bisnis bisa menilai risiko dari peristiwa atau transaksi.

"Ini terdiri dari serangkaian API untuk mengevaluasi risiko yang didukung oleh machine learning yang dipakai mitra bisnis untuk memprediksi risiko secara realtime, seperti investigasi atau analisis perilaku mencurigakan," katanya.

Kedua adalah entity intelligence services, yakni penggunaan database Grab serta keahlian mengidentifikasi berbagai jenis entitas perilaku kejahatan, misalnya nomor telepon, alamat email, dan lain-lain.

Contohnya, mitra bisnis bisa memakai database Grab untuk mendapatkan informasi nilai risiko dari pengguna baru. Jika angka risikonya rendah, mereka bisa mengizinkan pengguna masuk aplikasi tanpa lewat langkah tambahan.

Kemudian yang ketiga adalah device and network intelligence services yang mampu mendeteksi pelaku kejahatan menggunkan data dari perangkat pengguna.

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya