Soal Jaringan di Rute MRT, Menkominfo: Ruang Publik Jangan Dikomersialkan

Menurut Menkominfo Rudiantara, ada daerah-daerah yang seharusnya menjadi ruang publik, tidak dikomersialkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2019, 15:39 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2019, 15:39 WIB
MRT Jakarta Mulai Berbayar
Penumpang antre menaiki kereta MRT pada hari pertama fase operasi secara komersial (berbayar) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Senin (1/4). PT MRT Jakarta mulai memberlakukan fase operasi secara komersial (berbayar) dengan potongan harga 50 persen selama April 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara bakal memfasilitasi keluhan operator seluler yang terhambat menggelar jaringan di jalur Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta via Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Salah satu contohnya adalah di jalur bawah tanah.

"Itu sedang dibicarakan dan difasilitasi BRTI," kata Rudiantara kepada Merdeka.com di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Senin (1/4/2019).

Lebih lanjut, kata pria yang karib disapa Chief RA ini, ada daerah-daerah yang seharusnya menjadi ruang publik dan tidak dikomersialkan. Misalnya untuk berjaga-jaga ketika sesuatu terjadi, seperti menyiapkan tombol panic button.

"Apa yang disebut ruang publik? Itu yang betul-betul di mana dibutuhkan adanya sinyal di sana selain komersial. Kalau di luar itu, silakan saja. Untuk safety misalnya, harus ada panic button. Jadi, jangan dicampur aduk komersial dan nonkomersial. Filosofinya begitu," terangnya.

Masalah ini muncul saat operator seluler diwajibkan menyewa untuk tempat-tempat sepanjang jalur MRT, termasuk juga di jalur bawah tanah.

Para operator pun diminta mengeluarkan dana sebesar Rp 600 juta per bulan untuk sewa di rute MRT.

Baru Telkomsel dan Smartfren

MRT Jakarta Mulai Berbayar
Penumpang menaiki kereta MRT pada hari pertama fase operasi secara komersial (berbayar) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Senin (1/4). PT MRT Jakarta mulai memberlakukan fase operasi secara komersial (berbayar) dengan potongan harga 50 persen selama April 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Chris Kanter, President Director & CEO Indosat Ooredoo, mengatakan harga sewa yang diminta itu keterlaluan mahalnya.

Sementara, tempat itu merupakan ruang publik dan sama-sama melakukan investasi.

Sampai saat ini baru Telkomsel dan Smartfren telah resmi memasang jaringannya di sepanjang rute yang dilalui oleh MRT Jakarta dari Bundaran HI-Lebak Bulus.

Pada kesempatan lain, menurut Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), seharusnya PT MRT Indonesia dan Tower Bersama dapat transparan kepada publik berapa sebenarnya biaya yang dikenakan untuk setiap operator.

Berdasarkan kalkulasi, seharusnya dengan banyak operator yang tertarik membangun jaringan sepanjang jalur MRT, komponen biaya yang ditanggung oleh masing-masing operator justru akan berkurang.

Sebab, biaya pembangunan jaringan telekomunikasi di MRT ditanggung renteng oleh seluruh operator.

"Jika memang harga sudah transparan disampaikan oleh PT MRT dan Tower Bersama, tapi masih ada operator yang tak sanggup membayar, maka operator tersebut tak boleh komplain. Apalagi menuduh jika ada monopoli oleh salah satu operator. Selain itu, pelanggan yang tak mendapatkan layanan telekomunikasi di MRT juga tidak boleh komplain ke pemerintah, tetapi komplain ke operator mereka yang tak mau investasi di jalur MRT," jelas Enny.

Reporter: Fauzan Jamaludin

Sumber: Merdeka.com

(Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya