Aktivis Prodemokrasi Sebut Peretasan WhatsApp Pelanggaran HAM Serius

Lebih dari 1.400 pengguna WhatsApp menjadi target peretasan yang menggunakan perangkat lunak NSO pada bulan Mei.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 05 Nov 2019, 07:30 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2019, 07:30 WIB
WhatsApp
WhatsApp (AP Photo/Patrick Sison, File)

Liputan6.com, Jakarta - Belasan jurnalis, akademisi, dan politikus angkat bicara terkait pengalamannya menjadi korban peretasan WhatsApp melalui perangkat lunak mata-mata Pegasus milik NSO Group.

Sebelumnya, WhatsApp sudah mengajukan gugatan hukum atas NSO Group pada awal pekan ini. WhatsApp mengklaim, lebih dari 1.400 penggunanya menjadi target peretasan menggunakan perangkat lunak NSO pada bulan Mei.

Dua politikus prodemokrasi Maroko yang menerima peringatan WhatsApp, mengatakan bahwa penggunaan Pegasus untuk meretas WhatsApp merupakan pelanggaran serius terhadap HAM.

"Saya seorang pendukung besar demokratisasi di Timur Tengah, di Maroko. Rezim Maroko tidak lebih jahat dari rezim Suriah, tetapi rezim otoriter menggunakan cara tercela terhadap lawan, seperti yang terjadi ini," kata Aboubakr Jamai, juru kampanye dan mantan jurnalis yang tinggal di Prancis sebagaimana dikutip dari The Guardian, Selasa (5/11/2019).

Sebelumnya, Jamai merupakan jurnalis yang dipenjara karena beritanya. Ia mengatakan tengah mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum pribadi terhadap NSO dan gugatan class action bersama korban lainnya.

Seorang aktivis HAM yang sebelumnya mengampanyekan keadilan bagi editor surat kabar juga menjadi korban peretasan WhatsApp.

Aktivis bernama Abdellatif El Hamamouchi itu meyakini dirinya telah diawasi oleh pemerintah Moroko. Namun, ia kaget bahwa peretasan dilakukan di luar negeri dan melibatkan perusahaan Israel.

17 Orang India Jadi Korban Serangan WhatsApp

Banner Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker.
Banner Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker. (Liputan6.com/Abdillah)

"Saya belum mendengar tentang NSO sejak diberi tahu tentang hal ini. Namun, saya menganggap penjelasan apa pun dari mereka sebagai hal tidak berharga," katanya.

Sementara itu, di India 17 orang dari berbagai latar belakang seperti jurnalis, aktivis HAM, hingga akademisi mengonfirmasi telah menjadi korban peretasan WhatsApp lewat software NSO.

NSO menyebut, mereka akan menyelidiki tudingan serius terhadap mereka dan mengadopsi kebijakan HAM baru.

"Tujuan utama NSO adalah menciptakan teknologi bagi badan intelijen dan penegak hukum pemerintah berlisensi untuk membantu mereka memerangi terorisme dan kejahatan serius. Teknologi kami tak dirancang untuk dipakai melawan aktivis HAM dan jurnalis," kata pihak NSO.

NSO menganggap penggunaan produk mereka selain untuk melawan terorisme adalah penyalahgunaan. "Kami akan mengambil langkah hukum jika ada penyalahgunaan," kata NSO.

Pemerintah Israel Akui Tak Terlibat dengan NSO Group

WhatsApp
Ilustrasi WhatsApp (iStockPhoto)

Sementara itu, pemerintah Israel Menteri Keamanan Israel Ze'ev Elkin bersikeras pemerintah Israel tak terkait dengan NSO.

"NSO merupakan perusahaan swasta dan jika mereka melakukan hal keliru, sistem hukum di sini dan negara-negara lain akan menghukum mereka," kata Elkin.

Pemerintah India pun telah meminta WhatsApp untuk mengirimkan laporan terperinci terkait dengan banyaknya orang India yang jadi korban.

Beberapa karyawan NSO pun mengeluh di media sosial setelah Facebook menutup akun mereka.

(Tin/Why)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya