Liputan6.com, Jakarta - Peretas memanfaatkan celah keamanan pada WhatsApp untuk memata-matai sejumlah pejabat senior pemerintah beberapa negara.Â
Dilaporkan bahwa si peretas menggunakan perangkat lunak milik NSO Group untuk mengambil alih smartphone pengguna lewat celah keamanan itu.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip Reuters, Minggu (3/11/2019), sumber yang mengetahui tentang investigasi internal WhatsApp terkait peretasan ini mengatakan, sejumlah korban yang diretas adalah pejabat penting pemerintah dan petinggi militer.
Tak hanya pejabat di Amerika Serikat, orang-orang penting yang jadi target tersebar di 20 negara di 5 benua. Kebanyakan dari mereka ini adalah pejabat dari negara-negara sekutu Amerika Serikat.
Rupanya, peretasan yang dimaksud memakan lebih banyak korban daripada yang diumumkan WhatsApp sebelumnya, terutama dari kalangan pejabat pemerintah berbagai negara.
Menurut informasi, para korban adalah pejabat di Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Bahrain, Meksiko, hingga Pakistan dan India.
Sebelumnya, WhatsApp telah melayangkan gugatan hukum kepada NSO Group.
Lebih dari 1.400 Orang Jadi Korban
Celah tersebut memungkinkan peretas untuk mengambili alih smartphone pengguna. Total menurut informasi, ada sekitar 1.400 pengguna yang jadi korban antara 29 April hingga 10 Mei 2019.
Jumlah korban peretasan kemungkinan bakal bertambah. Salah satu korbannya adalah seorang pengacara berbasis di London.
Korban yang tak disebut namanya ini mengirimkan sejumlah foto yang menunjukkan adanya upaya pihak ketiga mencoba membobol smartphone miliknya pada 1 April.
Sejauh ini belum jelas siapa yang memakai perangkat lunak NSO Group itu untuk meretas smartphone para korban. Pasalnya, NSO Group telah menjual perangkat lunaknya ke negara-negara yang jadi konsumennya.
Sementara itu, di India beredar informasi bahwa yang menjadi korban pembobolan smartphone antara lain jurnalis, akademisi, pengacara, hingga komunitas India Dalit.
Terpisah, kelompok watchdog Citizen Lab yang ikut bekerja sama dengan WhatsApp terkait kasus ini mengatakan, mereka tengah mengidentifikasi para korban. Setidaknya, sekitar seratus orang korban merupakan jurnalis dan orang-orang yang dianggap pembangkang, tetapi mereka bukan kriminal.
Advertisement
Pengguna Dapat Pemberitahuan dan Peringatan
Terkait dengan masalah ini, seorang sumber yang dekat dengan WhatsApp menyebut, sebelum memberi tahu para korban, mereka telah memeriksa daftar target sesuai permintaan penegakan hukum untuk informasi investigasi kriminal seperti terorisme dan eksploitasi anak.
Namun, sumber yang sama menyebutkan, tidak menemukan ada data yang tumpang tindih. Sumber itu juga mengatakan, pemerintah dapat meminta informasi korban ke WhatsApp melalui portal yang dikelola perusahaan.
WhatsApp mengklaim telah mengirimkan pemberitahuan dan peringatan kepada pengguna yang diduga terdampak masalah ini.
Namun, perusahaan milik Facebook ini menolak mengomentari identitas klien NSO Group yang memilih para pejabat dan petinggi militer sebagai korban.
(Tin/Why)