Tanggapan Pavel Durov Soal Kritik Telegram Kurang Aman

CEO Telegram Pavel Durov akhirnya angkat bicara mengenai kritik aplikasi Telegram yang dianggap kurang aman.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 29 Des 2021, 07:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2021, 07:00 WIB
Pavel Durov
Pavel Durov, CEO Telegram. (Foto: Instagram)

Liputan6.com, Jakarta - CEO Telegram Pavel Durov akhirnya angkat bicara mengenai kritik yang menyebut aplikasi Telegram kurang aman. Tanggapan itu diunggah Pavel melalui kanal resminya di Telegram.

Mengutip pernyataannya, Rabu (29/12/2021), Pavel menyebut laporan terbaru dari The Record mengenai dokumen pelatihan FBI membuktikan Telegram menepati janji menjaga kerahasiaan data penggunanya.

Sementara aplikasi lain seperti WhatsApp memberikan data pengguna ke pihak ketiga. Selain itu, sejumlah aplikasi yang memiliki klaim end-to-end encryption ternyata dapat mengungkapkan isi pesannya.

"Laporan itu telah memastikan Telegram menjadi salah satu satu dari sedikit aplikasi olah pesan yang tidak melanggar kepercayaan penggunanya," tulis Pavel Durov dalam pernyataannya itu.

Menurut Pavel, hal itu dapat terjadi karena kebanyakan aplikasi olah pesan karena insinyur mereka tinggal di Amerika Serikat, sehingga mereka harus diam-diam menerapkan backdoor di aplikasi mereka jika ada permintaan dari pemerintah Amerika Serikat.

Ia mencontohkan, dalam beberapa kasus, sejumlah agensi Amerika Serika tidak memerlukan perintah pengadilan untuk mengekstrak informasi pribadi dari aplikasi olah seperti WhatsApp.

Bahkan, menurut Pavel, ada sejumlah laporan menyebut beberapa aplikasi olah pesan yang dikenal aman ternyata didanai oleh agensi pemerintah Amerika Serikat, seperti Anom dan Signal.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penjelasan Pavel Durov

Logo Aplikasi Telegram
Logo Aplikasi Telegram

"Selama bertahun-tahun, National Security Agency (NSA) telah memastikan standar enkripsi internasional sejalan dengan kemampuan NSA untuk melakukan dechiper, dan semua pendekatan enkripsi lain disebut 'non-standar' atau 'buatan rumah'," tulisnya.

Oleh sebab itu, aplikasi olah pesan berbasis Amerika Serikat, seperti WhatsApp kerap ditanamkan akses backdoor yang dapat digunakan oleh pemerintah, termasuk pihak lain untuk meretas smartphone dan mengekstrak data pribadi penggunanya.

"Saya mendengar pesaing kami yang berbasis di AS frustasi karena mereka tidak dapat menandingi pertumbuhan Telegram, meskipun banyak berinvestasi dalam pemasaran (sesuatu yang tidak pernah diinvestasikan Telegram)," tulis Pavel.

Pendiri Signal: Telegram Aplikasi yang Buruk Soal Privasi dan Pengumpulan Data

Sebelumnya, Moxie Marlinspike, Co-Founder sekaligus CEO dari Signal Messenger, baru-baru ini melontarkan kritiknya terhadap aplikasi pesaing yaitu Telegram.

Dalam sebuah cuitan di akun Twitter-nya @moxie, Marlinspike menyebut bahwa Telegram memiliki banyak fitur yang menarik, namun buruk dalam hal privasi dan pengumpulan data.

"Telegram memiliki banyak fitur menarik, tetapi dalam hal privasi dan pengumpulan data, tidak ada pilihan yang lebih buruk," kata Marlinspike, dikutip Rabu (29/12/2021).

Ia mengungkapkan, Telegram menyimpan semua kontak, grup, media, dan setiap pesan yang pernah dikirim atau diterima dalam teks biasa di server mereka.

"Aplikasi di ponsel Anda hanyalah 'tampilan' ke server mereka, tempat data sebenarnya berada," kata Marlinspike. "Hampir semua yang Anda lihat di aplikasi, Telegram juga melihatnya," imbuhnya dalam cuitan lain.

(Dam/Isk)

Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker

Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker
Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya