WeChat dan AliExpress Masuk Daftar Hitam AS karena Jual Barang Palsu

Dua platform online terkemuka Tiongkok AliExpress dan WeChat masuk dalam daftar hitam AS karena menjual barang palsu dan pelanggaran atas hak cipta.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 20 Feb 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi Barang Palsu.
Ilustrasi Barang Palsu

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial WeChat dan platform ritel populer Tiongkok AliExpress masuk ke daftar hitam AS karena dituding telah menjual barang palsu dan melanggar hak kekayaan intelektual.

Mengutip Gizchina, Minggu (20/2/2022), AS memasukkan 42 marketplace online dan 35 marketplace fisik yang memfasilitasi pemalsuan merek dagang dan pembajakan hak cipta.

Informasi di atas berdasarkan siaran pers disertai laporan setebal 50 halaman dari seorang perwakilan Departemen Perdagangan AS.

"Daftar ini untuk pertama kalinya mengidentifikasi AliExpress dan ekosistem e-commerce WeChat, dua marketplace online signifikan berbasis di Tiongkok, yang dilaporkan mamfasilitas pemalsuan merek dagang substansial," demikian bunyi keterangan pers tersebut.

Di dalam daftar yang sama dengan AliExpress, marketplace online lainnya yang namanya tertera adalah Baidu Wangpan, DHGate, Pinduoduo, dan Taobao serta 9 marketplace fisik lainnya.

Daftar hitam ini di-update setiap tahun sekali sejak 2011. Meski dimasukkan ke daftar hitam, bukan berarti platform-platform tersebut terkena sanksi perdagangan. Dengan masuk ke daftar hitam ini, kedua platform terkemuka ini telah tercoreng reputasinya.

Penulis laporan menyebut, Tiongkok merupakan negara asal utama barang palsu, di mana barang-barang palsu disita oleh bea cukai dan layanan perlindungan perbatasan AS.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Produksi Barang Palsu Terbesar di Dunia

rugi-produk-palsu-130423b.jpg
Ilustrasi Barang Palsu

Selain reputasi kedua platform di atas, dimasukkannya dua perusahaan besar ke daftar hitam juga menyinggung soal Tiongkok yang memproduksi barang dalam jumlah terbesa menggunakan sistem kerja ilegal, termasuk pekerja anak.

Dalam sebuah pernyataan, Duta Basar AS Katherine Tai mengatakan, "Perdagangan global barang palsu dan bajakan melemahkan inovasi dan kreativitas AS dan merugikan pekerja Amerika."

Lebih jauh lagi menurutnya, pedagangan gelap memperburuk kerentanan pekerja yang terlibat dalam pembuatan produk palsu dengan praktik kerja yang sewenang-wenang.


Produk Palsu Bisa Timbulkan Risiko Kesehatan

produk-palsu-130423b.jpg
Ilustrasi barang palsu

Tidak hanya itu, menurut Perwakilan Departemen Perdagangan AS, produk palsu disebut-sebut menimbulkan risiko bagi kesehatan dan keselamatan konsumen.

Dalam hal risiko kesehatan, ada referensi khusus untuk peralatan pelindung terhadap Covid-19. Misalnya, produk yang seharusnya melindungi dari virus perlu diproduksi dalam kondisi steril, namun karena produk palsu, kemungkinan hal ini diabaikan.

(Tin/Ysl)


Infografis Tentang 5G

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya