Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) punya sisi baik dan buruk buat sektor kesehatan.
Dalam sambutan di Rapat Senat Terbuka Pengukuhan Profesor Bidang Ilmu Patalogi Anatomi Agung Putra di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Kamis pekan lalu, Menkominfo mengatakan pemanfaatan teknologi digital punya potensi besar untuk peningkatan layanan medis.
Baca Juga
"Inovasi teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) dan data analytics mampu meningkatkan efisiensi diagnosis dan rekomendasi medis kepada pasien dengan cepat dan aksesibel, membantu tenaga kesehatan melakukan tindakan medis hingga meningkatkan kualitas layanan kesehatan," ujarnya.
Advertisement
Mengutip siaran pers, Senin (18/12/2023), Menkominfo mengatakan bahwa adopsi teknologi digital dalam patologi anatomi telah mentransformasi proses histopatologi. Budi mengatakan, apabila dulu memerlukan penggunaan mikroskop secara manual, kini menjadi sistem patologi digital.
Selain itu, sistem patologi digital seperti pencitraan digital, mikroskop virtual, hingga Whole Slide Imaging (WSI) juga telah memungkinkan para patolog bekerja dengan gambar resolusi tinggi dari sampel jaringan secara elektronik.
"Sistem patologi digital turut memberikan kemudahan dalam memfasilitasi konsultasi jarak jauh, kolaborasi antara ahli dan penyimpanan data yang lebih efisien," kata Budi.
Pandemi Covid-19 juga dinilai membuka lebih luas adopsi teknologi digital di bidang kesehatan, misalnya kebutuhan layanan yang cepat dan akurat, yang telah mendorong berbagai inovasi teknologi.
Risiko dan Tantangan AI di Dunia Kesehatan
Namun, Budi juga mengingatkan ada tantangan yang harus dihadapi, apabila memanfaatkan teknologi AI di dunia kesehatan. Setidaknya, ada lima dampak penyalahgunaan teknologi AI menurut Menkominfo.
Pertama adalah potensi pelanggaran prinsip pelindungan data pribadi pasien akibat ketidaksiapan infrastruktur dan tata kelola data. Lalu yang kedua, biaya yang relatif tinggi dalam proses adopsi AI.
Risiko ketiga adalah adanya potensi miskonsepsi penggunaan kecerdasan buatan, dengan anggapan AI lebih kredibel dan efisien konsultasi medis tanpa penegakan diagnosis dari tenaga kesehatan.
"Potensi pelanggaran berikunya yang akan muncul yaitu terdapat bias dalam sistem AI apabila data yang digunakan untuk machine learning tidak representative terhadap semua populasi, sehingga bisa merugikan kelompok marginal," kata Budi Arie.
Tantangan terakhir adalah belum adanya regulasi dan aturan hukum tentang pemanfaatan teknologi AI di bidang kesehatan.
Advertisement
AI Bisa Diatur Pakai UU ITE dan PP PSTE
Sebelumnya, Kominfo menilai bahwa UU ITE dan PP PSTE dianggap dapat mengakomodasi soal kecerdasan buatan, mengingat belum adanya aturan khusus untuk penerapan AI di Indonesia.l
Menurut Kementerian Kominfo, pemanfaatan AI dinilai tetap membutuhkan tata kelola agar dapat dilakukan secara aman dan produktif.
Wakil Menkominfo Nezar Patria, dalam sebuah seminar di Jakarta Pusat, Rabu kemarin mengatakan, sejumlah negara juga telah merumuskan kebijakan soal tata kelola kecerdasan buatan.
"Meskipun kita belum memiliki regulasi khusus terkait AI, namun dampak pemanfaatan AI masih dapat diakomodasi melalui kebijakan existing seperti UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan PP tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE)," kata Nezar.
Menurut Wamenkominfo, seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (14/12/2023), perangkat hukum yang ada saat ini bisa digunakan untuk menindak para pelaku, apabila terindikasi melakukan pelanggaran hukum.
"Kalau ada pencemaran nama baik harus ada yang mengadukan. Kalau pelanggaran hukum lapornya ke penegak hukum. Bisa pakai UU ITE, tergantung apa yang dilanggar. Misalnya konten pornografi, nanti bisa dilihat di pasal-pasalnya di KUHP juga ada diatur," kata Nezar.
Nezar menyebut, negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, China, dan Brasil, juga punya pengaturan yang beragam. Untuk Indonesia, sudah ada Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial dengan fokus pengembangan dan penerapan AI.
Â
SE Panduan Etika AI Sudah 98 Persen
Selain itu, Nezar juga kembali mengatakan bahwa Kementerian Kominfo tengah menyelesaikan Surat Edaran (SE) Menteri Kominfo tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Strategi Nasional pun sedang dalam proses untuk menjadi Rancangan Peraturan Presiden.
"Ke depan, kami berharap agar regulasi yang bersifat mengikat secara hukum dapat mendukung pengembangan ekosistem AI nasional dapat segera disusun," kata Nezar.
Sementara, Surat Edaran tentang panduan umum nilai, etika, dan kontrol kegiatan yang memakai AI, bisa jadi batu loncatan dalam menyusun regulasi di kemudian hari.
Ia pun mengatakan SE tersebut sudah masuk tahap finalisasi dan akan segera disahkan Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi pada akhir bulan ini.
"Sudah 98 persen, berarti tinggal 2 persen. Kita harapkan panduan ini bisa menjadi satu steping stone untuk kita bisa menyusun satu regulasi yang lebih solid nantinya," ia memungkasi.
Advertisement