TikTok: RUU Pelarangan Aplikasi di AS Menginjak-injak Hak Kebebasan Berpendapat

TikTok menilai persetujuan rancangan undang-undang (RUU) yang mungkin melarang aplikasi media sosial di Amerika Serikat (AS), akan menginjak-injak hak kebebasan berpendapat.

oleh Iskandar diperbarui 22 Apr 2024, 15:26 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2024, 15:00 WIB
Logo TikTok
Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar

Liputan6.com, Jakarta - TikTok menilai persetujuan rancangan undang-undang (RUU) yang mungkin melarang aplikasi media sosial di Amerika Serikat (AS), akan menginjak-injak hak kebebasan berpendapat warga negara AS.

“Sangat disayangkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggunakan kedok bantuan luar negeri dan kemanusiaan untuk sekali lagi menggaungkan RUU larangan aplikasi yang akan menginjak-injak hak kebebasan berbicara 170 juta orang AS,” kata TikTok dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip dari TikTok, Senin (22/4/2024).

DPR AS pada 20 April 2024, menyetujui RUU yang berpotensi melarang peredaran TikTok di AS jika mereka gagal melakukan divestasi dari induk perusahaannya di Tiongkok, Bytedance.

Untuk diketahui, sebagaimana dilansir Livemint, DPR AS telah menyetujui RUU tersebut dengan suara kuat 360 berbanding 58.

RUU kini akan diajukan ke Senat AS, dan mungkin akan menjalani pemungutan suara dalam beberapa hari mendatang.

Presiden AS Joe Biden sebelumnya telah mengindikasikan kesiapannya untuk mendukung undang-undang itu ketika sudah sampai di mejanya.

Banyak anggota parlemen dari berbagai partai--baik dari partai Republik dan Demokrat, serta pemerintahan Biden-- telah menyuarakan kekhawatiran tentang TikTok, dengan alasan masalah keamanan nasional.

Mereka khawatr China akan memaksa perusahaan tersebut untuk membagikan data 170 juta penggunanya di AS.

 

Kritikan Pedas TikTok

Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar
Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar

TikTok sempat mengkritik RUU sebelumnya yang gagal mencapai kemajuan di Senat, dengan alasan bahwa undang-undang tersebut akan membungkam suara jutaan warga AS.

Platform video pendek ini juga menentang larangan tingkat negara bagian di Montana tahun lalu, dengan alasan pelanggaran Amandemen Pertama.

TikTok menyatakan mereka tidak pernah membagikan data warga AS dan berjanji tidak akan melakukan hal serupa di masa mendatang.

Senator Demokrat Mark Warner, ketua Komite Intelijen Senat, menyoroti kekhawatiran mengenai potensi TikTok sebagai alat propaganda bagi pemerintah Tiongkok, khususnya di kalangan pengguna muda yang mencari berita.

“Gagasan bahwa kami akan memberikan Partai Komunis alat propaganda serta kemampuan untuk mengikis 170 juta data pribadi orang Amerika, adalah risiko keamanan nasional,” katanya kepada CBS News.

 

Potensi Larangan TikTok

Logo TikTok
Logo TikTok. Liputan6.com/Iskandar

Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (American Civil Liberties Union/ACLU) menentang RUU DPR itu atas dasar kebebasan berpendapat.

Knight First Amendment Institute di Universitas Columbia juga mengkritik RUU terbaru ini dengan alasan bahwa efektivitasnya terbatas.

"Karena musuh seperti Tiongkok masih dapat mengakses data AS melalui broker dan memanfaatkan platform media sosial yang berbasis di AS untuk kampanye disinformasi," ujarnya.

Beberapa anggota Partai Demokrat juga mempertanyakan konstitusionalitas larangan tersebut, dan malah menganjurkan undang-undang privasi data yang kuat.

Perwakilan Demokrat Ro Khanna menyatakan keraguannya mengenai kelayakan hukum pelarangan TikTok, dengan alasan perlindungan konstitusional terhadap kebebasan berpendapat.

 

Infografis Larangan Aplikasi TikTok di 10 Negara Plus Uni Eropa. (Liputan6.com/Trieyasni)

Infografis Larangan Aplikasi TikTok di 10 Negara Plus Uni Eropa. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Larangan Aplikasi TikTok di 10 Negara Plus Uni Eropa. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya