Liputan6.com, Jakarta - Komitmen Kitabisa dalam menjaga lingkungan melalui program Askara Nusantara akan terus berjalan. Inisiatif berkelanjutan ini fokus pada pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan.
Program yang mengusung misi 'Ramah Bumi, Ramah Manusia' ini diklaim telah berhasil melibatkan ribuan masyarakat dari berbagai kota seperti Bandung, Pekanbaru, dan Yogyakarta dalam berbagai aksi lingkungan.
Baca Juga
Salah satu program unggulan Kitabisa adalah Aksi Jaga Bumi, sebuah kompetisi antar komunitas yang bertujuan untuk menemukan solusi inovatif dalam pengelolaan timbunan sampah.
Advertisement
Ketua Pengurus Yayasan Kitabisa, Edo Irfandi, menyebut pelaksanaan program Askara Nusantara turut sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung Sustainable Development Goals (SGDs).
“Selama 10 tahun Kitabisa hadir, kini telah mendapatkan kepercayaan dari 10 juta donatur. Kami terus berkembang dengan membuat dan melaksanakan program-program berkelanjutan dan berdampak," ujar Edo melalui keterangannya, Senin (29/7/2024).
Komitmen Kitabisa dalam menjalankan program berbasis Environment, Social and Governance (ESG) mendapatkan apresiasi pada ajang Indonesia DEI & ESG Awards (IDEAS) 2024, dengan meraih penghargaan Silver Winner untuk sub-kategori Lingkungan.
"Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi pada Askara Nusantara sebagai salah satu pilar program berkelanjutan dari Kitabisa,” ucap Edo memungkaskan.
Sebagai informasi, IDEAS 2024 diikiti oleh Kementerian/Lembaga/Daerah, Perguruan Tinggi, BUMN, anak usaha BUMN, BUMD, Korporasi Swasta dan Multinasional, LSM hingga organisasi non profit di seluruh Indonesia.
Edo mengklaim platform Kitabisa jadi satu-satunya organisasi noprofit yang mendapatkan penghargaan ini.
Belajar Kelola Sampah dari Jepang
Terkait masalah sampah, Sungai Citarum hingga saat ini masih dihantui dengan isu lingkungan yang cukup mengkhawatirkan.
Mengutip data resmi Citarum Harum, timbunan sampah di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mencapai 15.838 ton per hari. Padahal, Sungai Citarum memiliki peran yang sangat penting, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.
Permasalahan ini juga turut menjadi perhatian pemerintah Jepang yang menyadari bahwa ada dua faktor utama yang mencemari Sungai Citarum: air limbah dan limbah padat. Selain manajemen pengolahan sampah, kunci untuk mengatasi masalah tersebut adalah perubahan perilaku masyarakat.
"Penting untuk mengubah pola pikir dan tindakan masyarakat untuk mencegah membuang sampah ke sungai. Memang butuh waktu lama, tetapi saya yakin kita bisa melakukannya," kata First Secretary Enviroment Attache Kedutaan Besar Jepang Takuya Nomoto dalam program Climate Talk Liputan6.com, Jumat (26/7/2024).
Nomoto pun mencontohkan acara bersih-bersih bernama "Spo Gomi" yang diadakan oleh Aeon Delight dan Marubeni di sekitar Universitas Katolik Parahyangan, dengan kerja sama bersama pemerintah Kota Bandung dan Kementerian Lingkungan Hidup.
"Banyak generasi muda yang ikut serta dalam Spo Gomi. Saat itu Ketika saya memunguti sampah di jalan, banyak orang lain yang juga melihat dan mencoba memungutinya. Saya yakin acara semacam ini berpotensi mengubah perilaku masyarakat," tutur dia.
Ia juga menjelaskan bahwa kebersihan sungai yang dimiliki oleh Jepang saat ini juga melalui proses panjang.
"Pada tahun 1960-an atau 1970-an, sungai-sungai di daerah perkotaan Jepang cukup kotor, tetapi kami berupaya memasang fasilitas pengolahan limbah seperti waste-to-energy. Kami jadi tahu pentingnya mengeluarkan uang untuk barang yang sudah kita buang," lanjutnya.
"Kalau tidak, lingkungan tidak akan bisa terjaga dengan baik dan tentu saja kita akan membutuhkan biaya lebih besar untuk memulihkannya."
Advertisement
Optimis Indonesia Bisa Ikuti Jejak Jepang
Nomoto pun merasa optimis bahwa Indonesia ke depannya dapat mengikuti jejak Jepang dalam hal kebersihan sungai.
"Menurut saya, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang sudah menyadari pentingnya lingkungan yang baik," ungkapnya.
"Jika Jepang butuh waktu 30 atau 40 tahun untuk membangun masyarakat yang bersih, mungkin Indonesia tidak harus sama. Kami ingin maju bersama Indonesia untuk mempercepat transisi lingkungan hidup guna mencapai Indonesia Emas 2045," tambahnya.
Indonesia dan Jepang telah menyepakati kerja sama untuk membersihkan Sungai Citarum.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh Menko marves Luhut B. Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Nishimura Akihiro, akhirnya Menteri LHK Siti Nurbaya dan Akihiro menandatangani Nota Kesepahaman pada tahun 2022.
"Berdasarkan kerangka kerja tersebut, kerja sama untuk memperbaiki situasi Sungai Citarum sedang berlangsung dengan kolaborasi banyak mitra," tutur Nomoto.
Sejumlah proyek kerja sama tersebut meliputi:
Pertama, Sewage dan Johkasou, teknologi pengolahan air limbah terdesentralisasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas air. Misalnya, Kota Kawasaki bekerja sama dengan Kota Bandung.
"Kota Kawasaki telah memberikan pelatihan dan materi tentang pengelolaan limbah kepada rekan-rekan di Kota Bandung," jelas Nomoto.
Kedua, untuk mengurangi sampah padat dari lahan ke sungai, penting untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang tepat.
"Langkah penting yang dilakukan adalah penandatanganan kontrak antara Provinsi Jawa Barat dan konsorsium internasional untuk Proyek Legok Nangka Waste to Energy PPP, Public Private Partnership yang diadakan di Bandung bulan lalu," tambahnya.
Proyek ini merupakan salah satu proyek pengolahan sampah terbesar di Indonesia, yang mencakup enam kota dan prefektur di sekitar Bandung, dan juga akan menghasilkan listrik menggunakan energi terbarukan.
"JICA mendukung tender tersebut bersama dengan International Finance Corporation (IFC), dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang memberikan dialog dan dukungan teknis dengan pemerintah Indonesia," lanjut dia.
Proyek ini juga merupakan salah satu proyek prioritas Asia Zero Emission Community (AZEC).
Infografis Journal_ Kerugian Ekonomi Akibat Sampah Sisa Makanan Capai Rp 500 Triliun per tahun (Liputan6.com/Abdillah)
Advertisement