Pantang Menyerah: Thomas Andika, Remaja Autis Jago Bikin Origami

Remaja 19 tahun ini mampu meraih prestasi dan sukses melalui seni melipat kertas asal Jepang atau origami.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Jan 2017, 14:45 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2017, 14:45 WIB
Thomas Andika
Remaja 19 tahun ini mampu meraih prestasi dan sukses melalui seni melipat kertas asal Jepang atau origami.

Liputan6.com, Jakarta - Tidak selamanya sindrom autis menjadi penghalang kesuksesan seseorang. Thomas Andika contohnya. Remaja 19 tahun ini mampu meraih prestasi dan sukses melalui seni melipat kertas asal Jepang atau origami.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (20/1/2017), Thomas mempelajari origami secara otodidak. Berkat ketekunanya dia bisa membuktikan bahwa penderita autis mampu berprestasi.

Dalam sehari, Thomas mampu menyelesaikan sebanyak 30 origami. Hasil karyanya itu dijual untuk umum dan sebagian hasilnya disumbangkan untuk anak-anak sesama penyandang autis.

Anak kedua pasangan Wiwie Kartati dan Didi Yulius ini diketahui menyandang sindrom autisme sejak berusia dua tahun.

Kini, 12 tahun sudah Thomas mengikuti terapi dan membuat keadaannya semakin baik. Dia pun bisa mengikuti pelajaran di sekolah umum dari SD, SMP hingga SMA.

Juli 2016 Thomas mendirikan Thomas Origami Galery. Lewat galeri inilah dia mencoba berbagi ilmu dan mengajarkan seni origami kepada teman-temannya.

Thomas ingin menunjukkan bahwa anak penyandang autis juga dapat berkarya. Tak hanya itu, anak autis juga bisa berguna bagi sesama.

Bagaimana perjuangan Thomas melawan autisme? Simak tayangan video selengkapnya dalam Pantang Menyerah dalam tautan ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya