Rusia Tanggung Utang Rp 1.320 Triliun, Putin Tak Takut

Presiden Rusia Vladimir Putin tak takut meski Rusia menanggung utang sebesar Rp 1.320 triliun yang harus dilunasi pada 2015. Apa alasannya?

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 22 Apr 2014, 10:45 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2014, 10:45 WIB
Vladimir Putin
(Foto: CNN)

Liputan6.com, Moskow - Perusahaan-perusahaan Rusia kini tengah menanggung utang sebesar US$ 115 miliar atau setara Rp 1.320 triliun (Rp 11.477 per dolar Amerika Serikat) yang harus dilunasi dalam kurun waktu satu tahun. Meski demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin sama sekali tak gentar menghadapi tumpukan utang dan batas pembayaran tersebut.

Seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (22/4/2014), berdasarkan hasil analisa Moody's Investors Service and Fitch Ratings, perusahaan-perusahaan Rusia tersebut tetap akan memperoleh dana pembayaran bahkan saat pasar obligasi di Rusia tutup karena krisis Ukraina.

Melalui analisanya pada 47 bisnis di Rusia, Moody's menyimpulkan, perusahaan-perusahaan pemilik kredit itu tetap akan beroperasi dengan baik dan memperoleh dana tunai serta pendapatan hingga sekitar US$ 100 miliar.

Lembaga pemeringkat global, Fitch menyebutkan, hampir semua dari 55 perusahaan yang dikajinya ternyata memiliki pendanaan yang baik dan sehat untuk bertahan hingga akhir 2014.

Sejumlah bank di Rusia memiliki cadangan devisa berjumlah lebih dari US$ 20 miliar untuk digulirkan sebagai dana pinjaman. Itu karena sejumlah nasabah memilih untuk menukar tabungan rubelnya ke dalam mata uang lain.

"Uang tunai dalam negara perusahaan-perusahaan rusia, aliran kredit dari bank dan alur kas operasional akan membuat hampir seluruh perusahaan di Rusia menjalankan layanannya dengan baik," ungkap analis Moody di Moskow, Denis Perevezentsev.

Meski demikian, dia mengatakan, kemungkinan untuk menggoyahkan perusahaan-perusahaan masih tetap ada jika Eropa dan Amerika Serikat (AS) memberikan sanksi yang lebih berat pada Rusia. Maklum, beberapa waktu lalu, Rusia mengirim sejumlah tentaranya untuk kembali menyerang Ukraina.

"Sejauh ini kami yakin belum ada tambahan sanksi bagi Rusia. Sanksi lanjutan akan menambah tekanan bagi aliran dana operasional perusahaan-perusahaan Rusia," tandasnya.

Sejak Putin merebut Crimea dari tangan Ukraina beberapa waktu lalu, belum ada satu pun korporasi swasta yang dijual dari perusahaan Rusia. Meskipun ketegangan politik masih belum sepenuhnya mereda, tapi perusahaan Rusia tetap berdiri dengan gagah.

Sejauh ini, Bloomberg Emerging Market Corporate Bond Index mencatat para investor pemilik modal dalam bentuk euro dan dolar AS, telah mengalami kerugian 3,3%.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya