Liputan6.com, Jakarta Praktek tenaga kerja alih daya atau disebut outsourcing di Indonesia hingga saat ini memang masih menjadi perdebatan antara pengusaha dengan para pekerja. Banyak pekerja yang menolak mekanisme ini karena dianggap lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
Wakil Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Iftida Yasar mengatakan sistem tenaga kerja di negara lain tidak mengatur soal sistem outsourcing, namun hanya mengatur soal perlindungan tenaga kerja, baik itu tenaga kerja tetap maupun kontrak.
"Sedangkan di Indonesia sampai diatur mana profesi yang boleh dan tidak, padahal yang boleh mengatur ini seharusnya si perusahaan bukan pemerintah. Seperti di Filipina yang boleh outsourcing ada puluhan pekerjaan. Sedang di Indonesia hanya lima profesi," ujarnya di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Selain itu, kesalahan penerapan sistem outsourcing di Indonesia yaitu satu bidang pekerjaan dalam sebuah perusahaan diserahkan kepada pekerja yang berasal dari pekerja tetap dan outsourcing sehingga terjadi kesenjangan antara pekerja.
"Ini dikelola oleh orang yang campur-campur. Jangan ada yang tetap dan outsourcing," lanjutnya.
Iftida juga menekankan agar masyarakat Indonesia tidak perlu anti terhadap sistem outsourcing yang pada akhirnya memunculkan stigma bahwa tidak bekerja sama sekali akan lebih baik daripada harus bekerja sebagai tenaga outsourcing.
"Mainset ini beda dengan India yang kehidupannya masih sulit tetapi bagi mereka tidak ada pekerjaan yang hina. Justru yang tidak bekerja itu yang hina," jelas dia.
Begitu juga dengan di Jepang, lanjut dia, dimana orang yang belum bekerja diberikan tunjangan selama 3 bulan. Namun setelah itu, harus bekerja meskipun hanya sebagai petugas pembersih.
"Makanya tidak heran jika di sana orang bunuh diri karena menganggur. Kalau kita menganggur malah cuek-cuek saja. Saat ini yang penting orang bisa bekerja dulu, mau berapa pun gajinya. Karena kalau dia sudah kerja, kan ada jaminan tenaga kerja dari pemerintah. Secara natural orang, akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik lagi. Tetapi jangan mem-brainwash masyarakat agar jangan bekerja outsourcing," tandas dia. (Dny/Nrm)
Warga RI Lebih Pilih Jadi Pengangguran Ketimbang Outsourcing
Banyak pekerja yang menolak mekanisme outsourcing karena dianggap lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
Diperbarui 01 Jul 2014, 15:06 WIBDiterbitkan 01 Jul 2014, 15:06 WIB
Sebuah spanduk yang berisi salah satu permintaan untuk menghapus sistem kerja outsourching terpasang di pagar sisi dalam GBK (Liputan6.com/Miftahul Hayat)... Selengkapnya
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
EnamPlus
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Wamenlu RI: G20 Harus Jadi Katalis Perubahan, Bukan Sekadar Forum Diskusi
KAI Prediksi Puncak Keberangkatan Penumpang Mudik Lebaran 2025 pada Akhir Maret
OJK Bidik Keuangan Syariah Bisa Digunakan Semua Kelompok Masyarakat
Detik-Detik Mobil Terseret Banjir di Bandar Lampung, Satu Orang Tewas
Ketum PAN Zulhas soal #KaburAjaDulu: Bentuk Kecintaan kepada Negerinya
Cara IPA Ajak Mahasiswa Pahami Industri Migas di Transisi Energi
Hasil PLN Mobile Proliga 2025: Jakarta Popsivo Polwan Juara Putaran Kedua Usai Hajar Yogya Falcons
Awali Retret Hari Ketiga, Seluruh Kepala Daerah Khidmat Jalani Ibadah
Gunung Semeru Kembali Erupsi, Tinggi Letusan Capai 700 Meter
Menkum: Keputusan Pemberian Amnesti 7 KKB di Tangan Presiden
7 Sebab Kamu Merasa Sedih Tanpa Alasan serta Tips Mengatasinya
Apakah Makan Ubi Rebus Bikin Kurus? Ini Faktanya