Wawancara Khusus: MA Beri Vonis, Mantan Dirut Merpati Bingung

Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan masih menunggu keputusan dari Mahkamah Agung.

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Jul 2014, 13:34 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2014, 13:34 WIB
Hotasi Nababan
Hotasi Nababan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Meski kasus hukum pernah membelitnya, Hotasi Nababan, mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines tidak menyesal pernah menjabat sebagai posisi direktur utama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Selama menjabat, ia telah mencurahkan perhatiannya agar maskapai penerbangan BUMN ini tetap bertahan. Akan tetapi ia harus mundur untuk memenuhi komitmennya kepada mantan menteri keuangan Sri Mulyani.

"Kalau buat perubahan itu tidak boleh mundur, karena saya tidak capai target saya harus memenuhi janji kepada menteri keuangan Sri Mulyani. Kalau 2007 rugi maka saya mundur," kata Hotasi saat berkunjung ke kantor Liputan6.com seperti ditulis Jumat (4/7/2014).

Hotasi pernah berhadapan dengan hukum ketika dituduh atas dugaan tindak pidana korupsi atas kegagalan penyewaan kedua pesawat kepada perusahaan di Amerika Serikat. Dirinya bersama mantan general manager PT MNA Tony Sudjiarto ditetapkan sebagai pihak yang paling bertanggung atas kerugian terkait penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006.

Dari bukti dan saksi di pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) membuktikan pria yang mengawali karir di PT Garuda Indonesia Tbk ini tidak bersalah. Ia pun mendapatkan vonis bebas pada 19 Februari 2013. Udara ketenangan pun sempat dirasakannya. Namun tiba-tiba kabar mengejutkan datang dari Mahkamah Agung pada awal Mei 2014 yang mengusik kembali kasus tuduhan korupsi PT Merpati Nusantara Airline pada periode 2002-2008.

Mahkamah Agung memberikan vonis 4 tahun dan denda Rp 200 juta kepada pria kelahiran 7 Mei 1965. Kabar mengenai putusan vonis tersebut pun didapatkannya dari media massa. Hal itu membuat dirinya kaget dan kecewa mengenai kabar tersebut. Padahal pengadilan telah memberikan putusan bebas.

Melihat kondisi itu, lalu apa yang akan dilakukan oleh Hotasi ke depan? Apa tanggapannya dengan kondisi PT Merpati Nusantara Airlines?

Berikut wawancara Liputan6.com dengan Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan:

Bisa Anda ceritakan awal kasus Merpati yang menimpa Anda?

Pada saat itu kami Merpati menempatkan sedikit deposit kepada leosor di perusahaan AS TLG. Kemudian hingga batas waktu tidak menyerahkan pesawat. Kami menuntut uang kembali. Mereka tidak mau kembalikan, lalu kita ajukan gugatan di pengadilan AS, kita menang.

Kemudian mereka harus kembalikan, tetapi mereka pengembaliannya seret. Pada saat itu kami dilaporkan, waktu dilaporkan kami minta Kejaksaan Agung Indonesia bersama kedutaan untuk kejar uang itu. Pada 2007-2010 kita upayakan menggugat dilanjutkan di pidana Kejaksaan Agung Amerika Serikat, dengan di bawah FBI, pemilik leosor AS, mereka mengejar kedua orang itu.

Perusahaan milik AS, pemilik melarikan uang kita, tidak kembalikan kita kejar secara pidana. Kejaksaan bantu kita. 2011, eh dalam proses cepat malah Kejaksanaan jadikan tersangka, kasus yang dari awal aneh.

Kami korban penipuan warga dua orang AS, malah kami yang dijerat dengan tuduhan korupsi. Di pengadilan Tipikor Jakarta pada Februari 2013 setelah sembilan kali bersidang hadirkan semua saksi. Hakim yakin dengan bahwa kami bebas murni.

19 Februari 2013 dinyatakan bebas, semua bukti menunjukkan tidak ada unsur pidana. Kami putuskan sesuai prosedur, tetapi risiko bisnis. Pihak sana ada itikad tidak baik ada etika.

MA memberikan putusan pada 2014 kepada Anda, bagaimana tanggapannya mengenai hal itu?

Setelah vonis bebas, Kejaksaan ajukan kasasi ke MA. Sepengetahuan kami vonis bebas, seharusnya tidak perlu lagi. Kemudian diproses oleh MA, dan baca di koran minggu lalu. Majelis menerima kasasi dari kejaksaan dan memvonis kami. Terus terang kami terkejut, sedih, bingung, kami yakin sekali bahwa kami ini posisinya korban, kami korban kejahatan dua orang Amerika ini yang menipu Merpati.

Apa tuntutan Jaksa saat itu?

Jaksa dikatakan bahwa kami untungkan orang lain. Ini sumir, ini begini bahwa kita bawa uang dirampok untungkan perampok itu aneh. kami menggugat mereka di pengadilan, kami mengejar, bahkan kita kejar pidana penjara ke mereka.

Jadi sudah dituntut pidana?

Kami baru dapat pemberitahuan FBI dua bulan lalu, bulan Maret. Dua orang ini baru dipidana penjara. Sudah lama, kami lihat keseriusan pemerintah Amerika Serikat (AS), FBI kejar orang yang memang bersalah walaupun mereka warga negara AS. Mereka bekerja dengan pajak orang AS untuk kejar orang salah. Sangat aneh di Indonesia malah Kejaksaan kita mempersalahkan kita. Padahal Kejaksaan yang lalu bekerjasama dengan kita untuk mengejar pidana ini.

Pertama kali Anda mendengar putusan Mahkamah Agung (MA) itu?

Lihat alasannya baca di Kompas sama seperti dakwaan jaksa, banyak pertanyaan. Dalam posisi bingung, tak pasti, dan semoga tak seperti yang kita baca. Kita membaca Jumat lalu di Kompas dan Sindo. Semoga tidak benar.

Informasi yang didapat?

Itu dari dua media semoga tidak benar.

Kalau keputusan langsung dari MA?

Belum dari MA.

Apa langkah Anda selanjutnya dengan keputusan terbaru MA?

Saya menunggu, kami melihat apa upaya hukum selanjutnya.

Pak, saat ini Merpati seperti belum jelas arahnya ke mana, kalau menurut Anda bagaimana dengan Merpati?

Memang harus dilihat keseluruhan, di tengah persaingan, airline sulit menjaga tingkat keuntungan, beberapa airline sudah runtuh, jadi kalau di sisi lain Merpati bertahan hingga kemarin sudah luar biasa.

Nah pertanyaan berikut apakah Indonesia masih membutuhkan Merpati. Menurut saya masih, banyak daerah-daerah di pelosok tidak terlayani oleh airline yang ada. Ada Merpati tidak boleh ke kota besar.

Merpati ke daerah yang dibutuhkan, justru margin keuntungannya malah baik. Marketnya besar. Pertumbuhan di Indonesia Timur di daerah pertambangan, banyak kebutuhannya, itulah peran Merpati dan pemerintah. itulah peran pemerintah baru, solusinya pemerintah hari ini atau baru untuk membuat Merpati baru.

Jadi sebaiknya apakah full commercial?

Awalnya full commercial, tetapi kalau lihat yah namanya commercial tak semua rute bisa dikembangkan.

Potensi penerbangan perintis?

Ada yang untungkan dan perlu, kembangkan perekonomian perlu subsidi. Subsidi disalahgunakan, penerimanya bukan masyarakat, harga yang sampai di masyarakat tetap tinggi. Secara harga pasar supply dan demand, kemampuan pasar harga pasar tak perlu subsidi. Merpati perlu dan dibutuhkan Indonesia yang sedang bertumbuh.

Jadi potensi Merpati ini besar?

Besar untuk digarap asal tepat segmen, lokasi dan wilayahnya.

Untuk segmennya kelas menengah?

Mungkin maksud di lokasi daerah remote pemilik perkebunan coklat itu kan strata menengah atas, tetapi untuk kalangan masyarakat Jakarta menengah bawah, jadi yang penting ada aliran kebutuhan masyarakat dan barang, pertumbuhan bisa lancar itu peran Merpati. Dilakukan dengan efisien, pesawat 1-2, jangan kompetisi dengan pesawat besar seperti jet yaitu seperti Garuda, dan Lion itu sudah berat.

Jadi untuk perintis saja?

Perintis, kami namakan regional aircraft yang menghubungkan kota-kotan berjarak satu jam. Gantikan transportasi kapal dari menyewa kapal berhari-hari. (Ahm/Igw)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya