Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memprediksi mata uang Yuan dari Tiongkok berpotensi menjadi mata uang internasional menyusul dolar Amerika Serikat (AS). Namun langkah ini tak mudah, karena ada konsekuensi yang harus ditanggung negeri Tirai Bambu itu.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, jika ingin menjadi mata uang global, Yuan harus siap dipegang oleh negara lain. Ini syarat untuk merealisasikannya. Namun bukan berarti mimpi ini tanpa risiko.
"Kalau dipegang sama negara lain, itu berarti neraca transaksi berjalannya harus defisit. Jika impor lebih besar daripada ekspor, berarti negara lain ekspor ke Tiongkok. Berarti mata uangnya Tiongkok dipegang banyak kan, tapi seandainya surplus, maka negara lain nggak pegang mata uang dia. Jadi implikasinya Tiongkok harus bersedia jadi negara yang punya defisit transaksi berjalan," jelas dia di kantornya, Jakarta, Jumat (18/7/2014).
Risiko lain, kata Chatib, Yuan harus berada dalam fundamental yang nyaman tanpa campur aduk kepentingan lain. "Tidak ada lagi retriksi capital di Tiongkok. Jadi uangnya itu bisa keluar masuk dengan mudah. Tanpa itu kalau orang yang pegang Yuan ternyata nggak bisa nyaman, kan repot," terangnya.
Dia mengaku, jika Yuan resmi menjadi mata uang dunia, maka imbasnya tak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap Indonesia meski volume dan nilai perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok cukup besar.
"Nggak terlalu, sama saja. Tapi memang perdagangan kita dengan Tiongkok kan cukup besar, dengan AS juga besar," cetusnya.
Sementara Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menilai Yuan bisa saja berpotensi menjadi mata uang internasional. "Mungkin saja kalau coverage-nya besar. Tapi kalau cuma di China saja yang pakai, ya masih susah," kata dia tanpa bersedia memperkirakan waktu untuk bisa merealisasikannya. (Fik/Ndw)
Yuan Bakal Jadi Mata Uang Internasional, Ini Risikonya
BI memprediksi mata uang Yuan dari Tiongkok berpotensi menjadi mata uang internasional menyusul dolar AS.
diperbarui 18 Jul 2014, 16:10 WIBDiterbitkan 18 Jul 2014, 16:10 WIB
Petugas teller menghitung lembaran 100 yuan di sebuah bank di Lianyungang , China, 11 Agustus 2015. Langkah Bank Sentral China menurunkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS langsung membuat pelaku pasar ketakutan. (CHINA OUT AFP PHOTO)
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
KPU Bengkulu Jelaskan Status Pencalonan Cagub Petahana Usai Terjaring OTT KPK
Profil Singkat Paslon Pilgub Riau 2024, Berikut Partai Pengusungnya
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Senin 25 November 2024
60 Bus Listrik Beroperasi di Kota Medan, Transportasi Massal Berteknologi yang Zero Emissions
Megawati Bakal Nyoblos Pilkada Jakarta Bareng Keluarga di Kebagusan
2 Hal yang Paling Banyak Memasukkan Orang ke Surga, Apa Saja?
Profil Paslon Pilgub Sumatera Barat 2024, Mahyeldi-Vasko dan Epyardi-Ekos
Terapi Wicara dan Pentingnya Penanganan Komprehensif Pasien Pascaoperasi Celah Bibir
Jangan Merasa Kalah saat Tholabul Halal meski ke Nonmuslim, Ini Maksud Gus Baha
Simak, Makna dan Lirik Lagu Hymne Guru
Anggota DPR: Kasus Polisi Tembak Polisi jadi Momentum Evaluasi Penggunaan Senjata Api
Simak, Profil Cagub dan Cawagub Pilkada Sumatera Utara 2024