Liputan6.com, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menilai monopoli lahan-lahan perkebunan masih akan terus terjadi. Pasalnya jumlah kawasan hutan di Indonesia terus menipis akibat dikonversi menjadi lahan kebun dan tambang.
Manajer Kampanye Walhi, Kurniawan mengungkapkan, empat sektor yakni logging, tanaman hutan, kelapa sawit dan pertambangan telah menguasai 56,6 juta hektare (ha) kawasan hutan di Tanah Air pada 2012.
Â
"Dengan perhitungan ini, empat sektor tersebut akan menguasai 80,5 juta ha kawasan hutan Indonesia pada 2025 mendatang. Jadi tinggal 10-11 juta ha kawasan hutan yang masih tersisa dan masuk skema perlindungan," ujar dia Diskusi Pekerjaan Rumah Mentan era Jokowi-JK di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Sebagai contoh, lanjut Kurniawan, sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan merajai 78 persen dari seluruh kawasan hutan di Kalimantan Tengah. Sementara sisanya 22 persen dibagi-bagi untuk masyarakat.
"Jadi posisi Kementerian Pertanian akan sulit untuk mencapai target kedaulatan pangan," ujarnya.
Dirinya menambahkan, permasalahan monopoli lahan oleh perusahaan skala besar tetap akan menjadi tren ke depan. Sehingga dalam hal ini perlu revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 soal pengurusan izin usaha perkebunan.
"Izin pembukaan lahan di satu provinsi oleh satu perusahaan besar atau grup bisa diberikan 100 ribu ha. Sedangkan di Papua dapat 200 ribu ha," paparnya.
Kurniawan menantang Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk menghentikan praktik monopoli dan pengusahaan lahan tersebut.
"Sekarang beranikah Mentan baru menghentikan pengusahaan dan monopoli lahan? Karena ketika monopoli terjadi, maka konflik bermunculan seperti perampasan tanah, intimidasi, akar utama, kriminalisasi, dan sebagainya," kata dia.
Sementara Wakil Direktur ELSAM Wahyu Wagiman menambahkan, Mentan baru perlu me-review kembali izin usaha perkebunan yang telah diberikan kepada perusahaan perkebunan besar.
"Konflik agraria kan diawali karena ketidaktransparan perusahaan besar, Kementan dan perusahaan lain yang memberi izin pengurusan serta pembukaan lahan," ucap Wahyu.
Wahyu pun mengimbau agar Mentan baru bisa melakukan uji tuntas atas seluruh izin dan regulasi yang sudah diterbitkan Kementan seperti Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), dampak sosial, dampak budaya dan lainnya.
"Pemerintah Jokowi juga harus berorientasi bagaimana perkebunan besar menyumbang pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat lebih besar. Supaya nggak ada lagi konflik masyarakat dengan perusahaan besar," tukas dia. (Fik/Ahm)
Mentan Ditantang Hentikan Monopoli Perusahaan Perkebunan Besar
Walhi meminta menteri pertanian baru Andi Amran Sulaiman dapat menghentikan praktik monopoli dan penguasaan lahan perkebunan.
diperbarui 02 Nov 2014, 16:23 WIBDiterbitkan 02 Nov 2014, 16:23 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 Jawa Tengah - DIYAsam Urat Tinggi? Coba Aneka Jus Ini
4 Jawa Tengah - DIYInilah 5 Makanan di Sekitar Kita yang Bisa Turunkan Kolesterol
5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert Tidak Selesai Saksikan Persija Jakarta vs PSBS Biak, Tonton Berapa Menit?
Buron Pembacokan Pelajar di Bandar Lampung Akhirnya Ditangkap walau Sembunyi di Seberang Pulau
Sedekah atau Menabung, Mana yang Diutamakan jika Gaji Pas-pasan? Buya Yahya Menjawab
Tidak Sesuai Perda RT/RW, Permohonan Izin Pagar Laut Bekasi sudah Ditolak Berkali-kali
Orang Tua di Alam Kubur Diangkat Derajatnya karena Anak Lakukan Amalan Ini, Kata UAH
Kemenhut Terjunkan 2 Ekor Gajah untuk Peresmian Kuil Hindu Terbesar di Indonesia
Bejat, Ayah Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil dan Melahirkan
Jadwal SIM Keliling di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung 3-9 Februari 2025
Rahasia Waktu Paling Cepat Doa Dikabulkan, Lakukan Amalan Ini Kata UAH
Kebakaran Manggarai Padam, 2 Rumah dan 1 Pabrik Tahu Hangus Dilalap Api
Pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert Salah Kostum saat Saksikan Persija Jakarta vs PSBS Biak
Prasasti Cikapundung, Jejak Sejarah yang Tersimpan di Sungai Bandung