Soal Rupiah, Pernyataan Ekonom Ini Berbeda dengan Pemerintah & BI

Penyebab rupiah mengalami keterpurukan paling dalam dibanding mata uang lain karena memang pemerintah ingin memperbaiki neraca perdagangan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Feb 2015, 21:36 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2015, 21:36 WIB
Rupiah
Rupiah (Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sangat dalam jika dibanding dengan mata uang lainnya di dunia. Namun pernyataan ekonom tersebut berseberangan dengan pemerintah dan juga Bank Indonesia (BI) yang menyatakan pelemahan rupiah lebih baik jika dibanding dengan mata uang negara lainnya.

Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Anggito Abimanyu menyatakan, penguatan nilai tukar dolar AS yang terjadi belakangan ini memang menekan nilai tukar dunia lainnya. Dalam hitungannya, nilai tukar rupiah tertekan lebih dalam jika dibanding dengan mata uang negara lainnya.

"Dolar menguat akibat mata uang lain melemah, tapi pelemahan kita mendalam dibanding negara lain," kata Anggito, di Kantor BRI, Jakarta, Senin (16/2/2015).

Anggito mengungkapkan, penyebab rupiah mengalami keterpurukan paling dalam dibanding mata uang lain karena pemerintah dengan Bank Indonesia memang tidak melakukan intervensi cukup besar. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki neraca perdagangan yang masih defisit. Dengan rupiah yang melemah diharapkan ekspor dapat meningkat.

"Indonesia paling bawah paling dalam negara lain juga mengalami, karena nilai tukar dimandatkan untuk memperbaiki neraca perdagangan yang defisit," ungkap Anggito.

Hal tersebut menjadi dilematis sendiri bagi Indonesia. Pasalnya, pelemahan rupiah berimbas buruk pada sektor lain yang mengandalkan impor, sehingga membuat harga melambung. "Kondisi mata uang rupiah mengalami dilematis dari sisi nilai tukar dibutuhkan dukungan namun jika itu dilakukan maka ekspor kita yang terkendala," tuturnya.

Anggito menambahkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan berada di kisaran Rp 12.200 per dolar AS sampai Rp 12.500 per per dolar AS di tahun ini.

Pernyataan Anggito ini berseberangan dengan pernyataan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini belum seberapa jika dibanding dengan pelemahan yang terjadi dengan nilai tukar beberapa negara lain.

Menurut Kalla, sepanjang tahun kemarin, pelemahan nilai rukar rupiah terhadap dolar AS hanya sebesar 4 persen saja. "Kalau Jepang lebih besar, negara itu sampai 40 persen. Malaysia lebih-lebih lagi," terangnya.

Pernyataan Kalla tersebut senada dengan Bank Indonesia. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengungkapkan, posisi rupiah saat ini dinilai lebih baik dibandingkan nilai tukar negara lain yang lebih tertekan.

"Jadi jangan hanya melihat Indonesia tapi lihat negara lain. Sekarang itu trennya penguatan dolar terhadap seluruh mata uang dunia," kata Mirza.

Mirza kemudian mencontohkan apa yang terjadi pada Desember 2014 lalu. Indonesia mencatat penurunan 0,72 persen, Brazil 3,2 persen, Turki 1,6 persen , Jepang 2 persen. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya