Liputan6.com, Jakarta - Menyusul kecelakaan yang menimpa AirAsia akhir tahun lalu, Kementerian Perhubungan mengubah aturan mengenai tarif batas bawah tiket pesawat. Kementerian berharap dengan aturan baru ini dapat membantu meningkatkan margin keuntungan para maskapai penerbangan sehingga bisa lebih meningkatkan keselamatan.
CEO International Air Transport Association (IATA), Tony Tyler melihat bahwa langkah pemerintah menetapkan batas tarif tersebut tidak tepat karena saat ini harga tiket pesawat lebih dibentuk oleh permintaan dan penawaran.
"Pada akhirnya dorongan pasar yang akan membuat maskapai mengubah harganya. Kadang harga tiket murah diperlukan mengingat persaingan bisnis penerbangan sangat kompetitif membuat sejumlah maskapai berusaha menawarkan harga tiket terjangkau dengan layanan terbaik," tutur Tyler di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Diakui Tyler, keamanan penumpang merupakan prioritas tertinggi bagi para pelaku bisnis penerbangan. Tapi menurutnya, keselamatan penumpang tidak ditentukan berdasarkan total harga tiket pesawat yang dibayar.
"Operasi keselamatan penumpang sebenarnya tidak membuat pihak maskapai harus mengeluarkan lebih banyak uang. Tapi kesuksesan sebuah maskapai adalah saat mampu menjaga keamanan penumpang dalam penerbangan," katanya.
Sebenarnya sulit juga bagi pihak maskapai untuk bersaing dengan perusahaan penerbangan lain, saat penentuan harga tiketnya tersandung peraturan pemerintah. Pasalnya meski laba lebih besar, tapi pendapatannya berkurang karena harga tiketnya kurang bersaing dengan maskapai lain.
"Tapi saya paham. Kementerian tersebut menunjukkan poinnya mengenai keamanan penumpang pesawat sebagai prioritas dengan tidak mengorbankan bisnis para pengusaha penerbangan," pungkasnya.
Sayangnya, sulit bagi pengusaha penerbangan untuk mengukur profitabilitas saat terbentu regulasi pemerintah. (Sis/Gdn)
IATA: Pemerintah Tak Bisa Patok Tarif Tiket Pesawat
Sulit bagi pengusaha penerbangan untuk mengukur profitabilitas saat terbentu regulasi pemerintah.
diperbarui 12 Mar 2015, 17:19 WIBDiterbitkan 12 Mar 2015, 17:19 WIB
Koreksi tarif penerbangan murah tersebut muncul setelah tragedi pesawat AirAsia QZ8501 pada 28 Desember 2014, Jakarta, Jumat (23/1/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Mengapa Hari Aids Diperingati Setiap Tanggal 1 Desember? Begini Sejarahnya
Hari AIDS Sedunia 2024, Kenali Bedanya HIV dan AIDS serta Cara Penularannya
Profil Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM yang Disorot Terkait Larangan Ojol Pakai Pertalite
Negara Hadir di Kutai Kartanegara, Begini Kebijakan Pemkab Terkait Pendirian Rumah Ibadah
Kate Middleton Ajak Masyarakat Berempati dan Mengakhiri Stigma dalam Pekan Kesadaran Kecanduan
Tarif Impor Donald Trump Bikin Rugi Besar Pabrikan Mobil AS dan Eropa
Sidang Pembelaan Mantan PM Malaysia Najib Razak dalam Kasus 1MDB Akan Digelar Pekan Ini
Media Australia Pertanyakan Keamanan Wisata Bahari di Indonesia Menyusul Kematian 2 Turis Asing di Mentawai dan Maluku
GRIA Telah Bangun 399 Rumah Subsidi hingga Oktober 2024
Luhut Minta Kebijakan PPN 12% Diundur, Sri Mulyani Cs Galau
Pasar Bitcoin Sedang Naik Daun, Waspadai Ragam Skema Penipuan Kripto
Samsung Galaxy S25 Series Kantongi Sertifikasi FCC, Tanda Siap Rilis Tahun Depan?