Rupiah Dekati Level Terendah dalam 17 Tahun

Negara-negara berkembang seperti Indonesia memang sangat rentan dengan adanya isu kenaikan suku bunga AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Jun 2015, 13:52 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2015, 13:52 WIB
Ilustrasi Pantau Rupiah
Ilustrasi Pantau Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tercatat terus melemah hingga mendekati ke posisi terendah dalam 17 tahun terakhir pada perdagangan Senin (8/6/2015). Pelemahan rupiah terjadi karena adanya sentimen regional yaitu rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed).

Melansir data valuta asing Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah 0,80 persen persen ke level 13.396 per dolar AS setelah ditutup di level 13.290 per dolar AS pada perdagangan pekan kemarin. Di sesi awal perdagangan, nilai tukar rupiah masih berfluktuasi melemah di kisaran 13.348 per dolar AS hingga 13.400 per dolar AS.

Indeks Bloomberg mencatat, dalam tiga bulan terakhir nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melemah 5,6 persen. Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terburuk jika dibandingkan dengan mata uang negara-negara berkembang lainnya.

Sementara, Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Senin (8/6/2015), mencatat nilai tukar rupiah melemah ke level 13.360 per dolar AS. Di akhir pekan lalu, rupiah masih di level 13.288 per dolar AS.

Sebagian besar analis yang disurvei Bloomberg bahkan mengatakan, rupiah dapat melemah lebih parah ke kisaran 13.500 per dolar AS pada akhir tahun nanti. Angka tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir sejak Agustus 1998, saat Indonesia terkena krisis finansial.

Negara-negara berkembang seperti Indonesia memang sangat rentan dengan adanya isu kenaikan suku bunga AS. Pasalnya, banyak dana-dana dari negara maju lari ke Indonesia saat perekonomian negara tersebut sedang mengalami kemunduran.

"Ketika ada sentimen dari risiko-risiko pembalikan dana sudah terlihat, negara seperti indonesia lebih rentan," jelas Analis Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, Singapura, Teppei Ino.

Pelaku pasar melihat bahwa perekonomian di Amerika terus mengalami perbaikan. Angka tenaga kerja AS naik dari 119 ribu pada Maret 2015 menjadi 221 ribu pada April 2015. Peningkatan itu menandai cepatnya laju lowongan kerja baru yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan di AS.

Kenaikan tersebut pernah juga terjadi pada akhir 2014 namun di awal tahun ini kembali melemah yang membuat pelaku pasar memperkirakan bahwa The Fed batal untuk menaikkan suku bunga. Sebelumnya, tingkat pengangguran pernah mencapai level 5,5 persen.

Dengan membaiknya data tenaga kerja tersebut, sentimen bahwa The Fed akan segera menaikkan suku bunganya tahun ini kembali muncul. Kemungkinan besar setelah bulan Juni 2015.

Ekonom PT Samuel Sekuritas, Rangga Cipta menambahkan, sentimen dari dalam negeri juga ikut menekan rupiah. Angka inflasi di Mei 2015 kemarin yang mengalami kenaikan membuat pelaku pasar melihat bahwa kemungkinan besar Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate).

Kenaikan suku bunga tersebut bertentangan dengan rencana mendorong pertumbuhan ekonomi karena dengan suku bunga acuan yang tinggi maka bunga kredit bank juga ikut melambung sehingga sektor riil sulit bergerak. (Gdn/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya