Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara kawasan Asia Pasifik saat ini dilanda kecemasan di mana mata uang mereka mengalami pelemahan akibat devaluasi mata uang yang dilakukan China dan Vietnam.
Pelemahan itu dilakukan untuk mendorong ekspor masing-masing negara di tengah ancaman penguatan dolar Amerika Serikat (AS) akibat rencana kenaikan suku bunga acuan yang akan dilakukan Bank Sentral AS atau The Fed.
Tak terlepas juga Indonesia. Nilai tukar rupiah pada akhir pekan ini mendekati level 14.001 per dolar AS. Ini menjadi pelemahan rupiah tertinggi selama lima tahun belakangan. Lalu, perlukah Indonesia mengikuti jejak China dan Vietnam?
Kepala Divisi Treasury Bank Central Asia (BCA) Branko Windoe mengaku Indonesia tidak perlu mengikuti jejak kedua negara tersebut. Hal itu lebih disebabkan Indonesia menganut sistem devisa bebas.
"‎Kedua negara itu (China dan Vietnam) menganut sistem devisa yang tidak bebas, jadi mereka harus aktif mengarahkan mata uangnya, kalau Indonesia itu akan ditentukan oleh pasar nilai mata uangnya, tergantung demand sama supply," kata Branko saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (22/8/2015).
Diceritakan Branko, sebenarnya Indonesia pernah melakukan devaluasi mata uang yaitu pada saat Orde Baru. Itu dilakukan karena perbedaan inflasi antara Indonesia dengan beberapa negara tetangga sebagai mitra dagangnya. Namun semenjak era reformasi, hal itu tidak terjadi lagi seiring dengan mulai diterapkannya sistem devisa bebas‎.
Tanpa harus devaluasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini ditetukan dengan dua aspek, yaitu gobal dan domestik itu sendiri. Terbukti, saat ini rupiah telah melemah mencapai 14.000 per dolar AS. Ini dikatakan Branko dapat dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan volume dan kualitas ekspor.
Untuk itu, dia menyarankan kepada pemerintah untuk lebih serius dalam penciptaan lapangan kerja dengan cara meningkatkan industri-industri yang berbasis nilai tambah. Selama ini, sektor komoditi yang menjadi andalan ekspor Indonesia tidak bisa diharapkan.
‎"Jadi bagaimana pemerintah itu memproduksi barang yang memiliki nilai tambah, dan yang terpenting meyakinkan masyarakat bahwa porduk Indonesia ini tidak kalah kualitas dengan produk impor," paparnya. (Yas/Ndw)
Perlukah RI Ikuti Jejak China dan Vietnam Lemahkan Mata Uang?
Indonesia pernah melakukan devaluasi mata uang yaitu pada era Orde Baru.
diperbarui 22 Agu 2015, 21:01 WIBDiterbitkan 22 Agu 2015, 21:01 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
5 Penyakit Ini Dapat Disembuhkan dengan Tanaman Kumis Kucing
WNI Ditembak di Perairan Tanjung Rhu Malaysia, 1 Orang Tewas dan 4 Terluka
Memahami Arti Istidraj: Ujian Terselubung dalam Kenikmatan Duniawi
Jangan Abaikan! 5 Faktor Penyebab Kolesterol Tinggi
Serangan DDoS di Asia Pasifik dan Jepang Naik 6 Kali Lipat pada 2024, Siapa Targetnya?
6 Potret Pemain Film 1 Kakak 7 Ponakan Cinema Visit, Raup 147 Ribu hingga Hari Ketiga
Belum Nikah Dilarang Check-In di OYO!
Pentingnya Jaga Keamanan Media Sosial dari Pencurian Data
Kata-Kata Kevin Sanjaya Sukamuljo usai Turun Gunung Lakoni Laga Ekshibisi Melawan Ahsan/Hendra
ArumtaLa Luncurkan Gagal Diet, Single tentang Tantangan Melawan Nafsu Makan dengan Sentuhan Swing Jazz
Cara Merebus Spageti agar Tidak Lengket, Perhatikan Panci hingga Waktu Perebusan
1 WNI Tewas Ditembak di Malaysia dan Picu Indonesia Kirim Nota Diplomatik, Apa Masalahnya?