Rupiah Melemah, Industri Logam dan Plastik Terancam

Penurunan impor bahan baku besi, baja juga plastik menjadi salah satu indikator terus melambatnya laju produksi industri tersebut.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 25 Agu 2015, 19:50 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2015, 19:50 WIB
Baja Boron
Saat ini, impor baja boron bebas bea masuk sehingga mengancam industri nasional.

Liputan6.com, Surabaya - ‎ Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Dedy Suhajadi‎ menegaskan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.

Dedy menjelaskan, para pengusaha umumnya yang punya ketergantungan besar terhadap bahan baku impor, utamanya industri logam dan plastik.

"Industri yang bahan bakunya 50 persen lebih, tergantung pada impor pasti terimbas, apalagi industri logam. Biasanya mereka sudah melakukan kontrak pembelian dengan luar negeri. Dan, mereka pasti akan mengeluarkan biaya lebih," kata Dedy, Selasa (25/8/2015).

Dedy menambahkan bahwa dengan kondisi saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai 14.000 per dolar AS, pasti industri tersebut harus mengeluarkan dana yang lebih.

Selain industri logam, beberapa industri yang bahan bakunya juga tergantung terhadap impor, yaitu industri plastik. Hanya saja, ketergantungan industri plastik terhadap impor jauh lebih kecil dibanding industri logam.

"Karena produksi logam dalam negeri sangat kecil dibanding kebutuhannya yang cukup besar," imbuh Dedy.

Dari data Badan Pusat Statistik Januari hingga Juni 2015, impor besi dan baja misalnya, mencapai US$ 685,920 juta. Realisasi tersebut turun sebesar 20 persen dibanding periode yang sama di 2014 yang mencapai US$ 857,813 juta.

Sementara impor plastik dan barang dari plastik juga sudah mengalami penurunan sebesar 13 persen dari US$ 623,073 juta di semester I 2014 menjadi US$ 541,592 juta di semester I 2015.

Penurunan impor bahan baku besi, baja juga plastik menurut Dedy menjadi salah satu indikator terus melambatnya laju produksi industri tersebut.‎

"Kalau industri yang ketergantungan terhadap bahan baku impor kurang dari 50 persen, masih bisa tertolong, karena mereka bisa saja melakukan diversifikasi ke bahan baku lokal," pungkas Dedy. (Dian Kurniawan/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya