Menteri Keuangan Siap Rombak Asumsi Makro dalam RAPBN 2016

Pertumbuhan ekonomi di semester I 2015 hanya tercapai 4,7 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Sep 2015, 19:43 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2015, 19:43 WIB
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta - DPR kecewa dengan realisasi angka kemiskinan di Indonesia yang bertambah 860 ribu penduduk pada periode September 2014-Maret 2015. Anggota parlemen meminta pemerintah segera menindaklanjuti perkembangan ekonomi Indonesia saat ini sehingga target pembangunan 2015 dan 2016 tercapai.

Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad mengungkapkan, pemerintah harus lebih realistis dalam menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah, dan lainnya. Sebab, fakta angka kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik begitu mengecewakan.

"Faktanya mengecewakan kami, karena angka-angka tersebut tidak sama dengan target yang dipersiapkan pada tahun anggaran 2015. Penyerapan pun belum mencapai apa yang dikehendaki. Jadi pemerintah perlu mengatur agar angka target pembangunan 2015 tidak meleset jauh dari fakta yang ada," ujar dia saat Raker APBN-P 2015 di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I 2015 hanya tercapai 4,7 persen. Sementara penyerapan belanja pemerintah sudah di atas 60 persen hingga saat ini. Sedangkan secara nominal sejak Juli, realisasinya sudah di atas tahun lalu.

"Bulan-bulan terakhir terjadi percepatan belanja modal pemerintah, sehingga peluang ekonomi Indonesia bertumbuh 4,9 persen-5 persen masih ada pada tahun ini," ujar dia.

Dijelaskannya, The Fed mengumumkan tetap mempertahankan tingkat suku bunga. Pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) tersebut, kata Bambang semakin menciptakan ketidakpastian global cukup panjang yang berimbas kepada seluruh mata uang terhadap dolar AS.

"Tapi tahun depan, IMF masih mengasumsikan pertumbuhan ekonomi dunia 3,8 persen. Tahun ini diperkirakan 3,2 persen, maka kita bisa putuskan bersama apakah asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,5 persen bisa mewakili optimisme itu," jelasnya.

Lebih jauh kata dia, pemerintah masih mematok inflasi di level 4,7 persen tahun depan meski ada pelemahan nilai tukar rupiah dan El Nino atau kekeringan berkepanjangan.

Sementara kurs rupiah, pemerintah siap mengasumsikan angka paling realistis, termasuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang sudah diketok di Komisi VII oleh Menteri ESDM US$ 50 per barel atau turun dari asumsi awal di nota keuangan US$ 60 per barel.

"Pasti suku bunga The Fed naik di tahun depan, China pun sudah tidak terlalu mendorong pelemahan kursnya. Jadi 2016, meski tidak bisa dikatakan prospektif, tapi ketidakpastian lebih kecil. Kami sangat terbuka mendiskusikan asumsi makro yang disesuaikan dengan kondisi global," pungkas Bambang. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya