‎Harga Premium Tak Turun, Ini Penjelasan Pertamina

Harga solar bakal turun Rp 200 per liter, sedangkan premium tetap.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 07 Okt 2015, 21:10 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2015, 21:10 WIB
20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, awal Oktober tidak ada penurunan atau kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baik itu bensin premium maupun solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengumumkan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) untuk jenis solar sebesar Rp 200 menjadi Rp 6.700 per liter‎. Namun demikian, penurunan solar tersebut tidak terjadi untuk jenis Premium.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto menjelaskan, tidak adanya penurunan harga premium disebabkan sampai saat ini harga yang diterapkan masih terlalu murah.

"Sekarang itu harga kita itu masih di bawah harga keekonomian sekitar 1-2 persen, jadi memang kondisinya masih belum masuk di harga keekonomian," kata Dwi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Tidak hanya itu, penetapan harga premium yang digunakan sekarang masih menggunakan patokan kurs nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.600 per dolar AS. Padahal saat ini nilai tukar rupiah sudah mengalami penguatan bahkan sempat menyentuh Rp 13.700 per dolar AS.

Untuk itu, Dwi mengharapkan ke depan, nilai tukar rupiah akan terus menguat sehingga dapat membuka peluang bagi premium untuk disesuaikan layaknya solar saat ini.

"‎Nanti akan dihitung lagi karena kita berharap  penguatannya akan berlanjut ya dan untuk itu karena kita memang sekarang ini dalam proses revolusi efisiensi, jadi kita tingkatkan efisiensi tentu saja Pertamia akan sangat mendukung upaya pemerintah untuk bisa mlakukan evaluasi masalah harga," papar Dwi.

Sampai saat ini Pertamina bersama dengan Kementerian ESDM masih menggunakan pedoman penghitungan harga BBM dengan formulasi per tiga bulan‎ seperti yang ditentukan sebelumnya. Hanya saja pedoman itu bisa dievaluasi jika Presiden Jokowi memberikan stimulus. (Yas/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya