Wapres JK Ungkap Alasan Jumlah Pekerja Pertanian Terus Menurun

Jumlah pekerja pertanian saat ini terus menurun setiap tahunnya.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Okt 2015, 19:15 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2015, 19:15 WIB
Hari Pangan Sedunia, Gimana Kini Nasib Petani?
Hari Pangan Sedunia tahun ini mengambil tema "Pemberdayaan Petani Sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan."

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah pekerja pertanian saat ini terus menurun setiap tahunnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut sejumlah faktor yang membuat sektor ini semakin ditinggalkan masyarakat.

Dia mengungkapkan, sejak dulu jumlah tenaga kerja di sektor pertanian memiliki porsi paling besar. Saat ini, meski tetap menjadi yang terbesar, namun jumlahnya semakin menurun.

"Jumlah pekerja di Indonesia paling banyak di bidang pertanian sebanyak 34 persen. Kemudian di bidang perdagangan, jasa, dan sebagainya 22 persen. Usaha sosial 16 persen. Baru industri 13 persen. Dari tahun ke tahun, lapangan kerja di pertanian menurun. Dulu 40 persen sekarang tinggal 34 persen tenaga kerja," ujarnya di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (22/10/2015).

JK memaparkan, beberapa faktor yang menjadi penyebab menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Faktor pertama, menurunnya luas lahan pertanian di Indonesia.

"Pertama lahan pertanian sebagian menurun, sawah menurun. Lahan pertanian makin kecil ukurannya per keluarga sehingga penghasilannya makin menurun," kata dia.

Dia menjelaskan, jika rata-rata satu keluarga hanya mempunyai lahan pertanian seluas 0,3 hektar, kemudian lahan tersebut dikerjakan oleh tiga orang dengan hasil 6 ton per panen, maka penghasilan bersihnya Rp 25 juta.

"Dibagi tiga hanya Rp 7 juta-Rp 8 juta per tahun, dibawah Rp 1 juta per bulan. Tapi kalau di industri, UMP di Jakarta ini sudah Rp 2,7 juta. Akan terjadi perpindahan-perpindahan, kita harus siap mengantisipasi itu," jelasnya.

Faktor kedua, turunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian karena produktivitas yang mengalami peningkatan. Menurut JK, jika produktivitas meningkat, maka orang akan mulai melakukan mekanisasi dalam pengerjaan lahannya. Artinya, tenaga manusia akan digantikan dengan mesin sehingga otomatis akan mengurangi tenaga kerja.

"Kalau pertanian berhasil, produksi naik, orang akan mulai mekanisasi, mulai intensifikasi, pasti orang yang bekerja di pertanian menurun. Kalau dulu yang kerja lima orang sekarang tinggal butuh tiga orang karena mekanisasi," lanjutnya.

Faktor ketiga, kegagalan panen yang diderita petani membuat petani enggan meneruskan penggarapan lahan dan memilih untuk mencari pekerjaan di kota.

"Kalau pertanian gagal, menurun juga, orang akan ke kota. Seperti sekarang ini terjadi urbanisasi. Karena itu dibutuhkan lapangan kerja di industri. Butuh peningkatan investasi di industri untuk membuka lebih banyak lapangan kerja," ungkapnya.

Dan faktor keempat, karena pendapatan yang diterima dari hasil bertani lebih rendah jika dibandingkan seseorang bekerja di sebuah industri.

"Kalau kita lihat indeks pertanian, pendapatan buruh tani rata-rata hanya Rp 1 juta sebulan. Kalau di industri padat karya Rp 1,5 juta per bulan. Industri secara umum rata-rata Rp 2,2 juta per bulan. Jadi memang penghasilan di industri itu dua kali lipat dari pertanian," tandasnya. (Dny/Zul)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya