Produksi Alas Kaki Banten Sumbang Ekspor US$ 1,61 Miliar

Meski produk alas kaki menyumbangkan kontribusi besar untuk ekspor di Banten, tetapi dunia usaha juga masih hadapi kendala.

oleh Yandhi DeslatamaYandhi Deslatama diperbarui 26 Okt 2015, 10:30 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2015, 10:30 WIB
Fashion Bahan Kulit Indonesia Diminati Mancanegara
Pada 2013 kalangan industri sepatu atau alas kaki di Indonesia mampu mengekspor sepatu dengan nilai US$ 3,9 miliar, Jakarta (30/5/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani).

Liputan6.com,Serang - Produk alas kaki dari Banten menjadi salah satu andalan ekspor dari 12 produk ekspor. Bahkan nilai ekspor produk alas kaki di provinsi tersebut mencapai US$ 1,61 miliar atau porsinya setara dengan 26,5 persen dari total ekspor nonmigas yang mencapai US$ 6,17 miliar.

"Ekspor produk alas kaki pada Agustus 2015 tercatat US$ 182,8 juta, sedangkan ekspor produk alas kaki nilainya mencapai US$ 151,30 juta pada Juli 2015. Untuk kumulatif Januari-Agustus tahun ini, ekspor alas kaki mencapai US$1,61 miliar," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Banten, Syech Suhaimi, Senin (26/10/2015).

Meski sumbangan pendapatan produk alas kaki tersebut besar bagi Indonesia, dunia usaha juga menghadapi persoalan yang diminta segera disikapi oleh pemerintah pusat dan daerah. Adapun tiga persoalan yang kerap mendera industri alas kaki antara lain masalah upah, aksi anarkis oleh kalangan pekerja, dan ketidakpastian sikap pemerintah daerah.

"Menarik investasi itu gampang kalau Banten bisa beri kenyamanan, maka investor akan masuk ke sini. Jika tidak, akan cari ke Jatim atau Jateng," kata Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko.

Ia bercerita, saat penetapan upah minimum kerap terjadi banyak penolakan dari kalangan pekerja dan buruh melalui aksi demonstrasi yang menuntut revisi upah minimum. Selanjutnya pemerintah daerah mengubah angka upah minimum sesuai dengan keinginan buruh.

"Dengan adanya rumusan pengupahan baru, kami harap, jadi ada kepastian. Sehingga iklim bisnis lebih positif dan investasi masuk. Investor akan melihat daerah mana yang kondusif," terang Eddy.

Kini, pemerintah mengeluarkan formulasi perhitungan upah baru terkait besaran kenaikan upah minimum setiap tahunnya. Penghitungannya dilakukan dengan menjumlahkan upah minimum tahun berjalan dikali angka inflasi setiap daerah ditambah pertumbuhan ekonomi nasional yang dituangkan dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV.

Selanjutnya akan diikuti tujuh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker). Regulasi yang akan dikeluarkan mencakup aturan formula upah baru minimum dan penetapan UMP/UMK, mengatur soal penetapan UMS dan Permenaker tentang struktur skala upah.

Ada pula Permenaker yang mengatur tunjangan hari raya, uang jasa dan standar kebutuhan hidup layak. Semua Permenaker itu akan disahkan pada tahun ini. Bagi pelaku usaha, setidaknya ada tiga pertimbangan dalam menentukan investasi masuk ke mana.

Selain populasi penduduknya banyak, harus ada pelabuhan atau akses ke pelabuhan dan ada dukungan pemerintah terkait keamanan dan kepastian bisnis.

"Hari ini banyak pabrik di Banten bukan karena banyak kemudahan bisnis di Banten, tetapi karena awalnya Banten yang dekat dengan pelabuhan dan Jakarta. Dengan masalah pengupahan, Banten jadi tidak menarik," tegas Eddy. (Yandhi D/Ahm)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya