Menperin Dukung Pemberian Tax Allowance bagi Industri Petrokimia

Pengajuan tax allowance oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dalam rangka ekspansi pabrik dapat dukungan dari Kemenperin.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Okt 2015, 11:45 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2015, 11:45 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pengajuan tax allowance oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dalam rangka ekspansi pabrik nafta cracker mendapat dukungan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan pihaknya mendukung industri petrokimia untuk mendapat insentif fiskal demi merangsang arus investasi, menggerakkan aktivitas ekonomi, dan peningkatan daya saing.

"Apalagi industri tersebut membutuhkan investasi besar dan memerlukan waktu pengembangan yang lama," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (30/10/2015).

Seperti diketahui, PT Chandra Asri Petrochemical adalah salah satu korporasi yang tengah mengajukan fasilitas tax allowance untuk ekspansi pabrik nafta cracker dengan nilai investasi US$ 380 juta atau sekitar Rp 5 triliun.

Vice President Corporat Relation Chandra Asri, Suhat Miyarso, mengatakan perusahaan mengajukan tax allowance melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan sudah mendapat persetujuan.

Kapasitas produksi nafta cracker meningkat 43 persen dari 600 kilo ton per tahun menjadi 860 kilo ton per tahun. Diharapkan aksi korporasi itu rampung seluruhnya pada Desember 2015.

"Kemenperin mendukung permohonan Chandra Asri karena memperkuat daya saing dan struktur industri. Manfaatnya berantai panjang karena mengurangi impor sekaligus semakin memastikan pasokan bahan baku untuk industri lainnya," kata dia.

Chandra Asri juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan tax holiday untuk proyek pabrik karet sintetis senilai US$ 450 juta atau lebih kurang Rp 6 triliun di Cilegon, Jawa Barat. Selain itu, perusahaan ini juga berharap jangka waktu insentif itu diperpanjang dari 5 menjadi 8-10 tahun.

"Untuk proyek pabrik karet sintetis yang dibangun oleh PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI), kami memohon agar dapat berlaku lebih lama. Jika hanya 5 tahun, maka kurang optimal karena biasanya industri seperti ini masih merugi pada 3 tahun pertama," ujarnya.

SRI merupakan perusahaan patungan dengan menggandeng perusahaan ban asal Prancis, Compagnie Financiere Michelin (Michelin). Komposisi modal mencakup Michelin 55 persen dan PT Petrokimia Butadiene Indonesia 45 persen.

SRI akan memproduksi polybutadiene rubber dengan neodymium catalyst dan solution styrene butadiene rubber berkapasitas 120 ribu ton. Produk ini merupakan material memproduksi ban ramah lingkungan dan seluruh bahan baku operasional pabrik berasal dari dalam negeri.

Diharapkan pembangunan atau groundbreaking akan dimulai pada Januari tahun depan dan selesai pada 2017 serta mulai berproduksi pada 2018. Menurut Suhat, perusahaan akan membagi penjualan produk untuk ekspor dan domestik masing-masing 50 persen. (Dny/Gdn)**

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya