BPKN Minta Pemerintah Lakukan Pembinaan Terhadap Ojek Online

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta pemerintah untuk mencarikan solusi bagi bisnis jasa transportasi online.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Des 2015, 12:39 WIB
Diterbitkan 22 Des 2015, 12:39 WIB
Netizen Bela Ojek Online, Menteri Jonan Disebut 'Drama King'
Kerasnya netizen bela ojek online yang bakal dilarang oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Sang menteri juga disebut 'Drama King'.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta pemerintah untuk mencarikan solusi bagi bisnis jasa transportasi online yang tengah menjamur dari pada melakukan pelarangan operasi sehingga berpotensi merugikan konsumen.

Komisioner BPKN, Nurul Yakin Setiadi mengatakan, pemanfaatan kendaraan roda dua sebagai angkutan penumpang lantaran pemerintah belum mampu menyediakan angkutan yang aman, nyaman, murah dan terintegrasi.

"Pemerintah berkewajiban menyediakan angkutan yang aman nyaman, murah adan terintegrasi. Adanya ojek karena tidak ada yang angkutan terintegrasi, tidak cepat. Pemerintah justru harus memberikan insentif agar penyelenggaraan angkutan sustainable (berkelanjutan). Selama ini banyak angkutan yang tidak sustainable karena persaingan bisnis. Jadi perlu diberikan insentif," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/12/2015).

Selain itu, penggunaan aplikasi dalam layanan ojek online juga dinilai sebagai salah satu manfaat dari kemajuan teknologi. Pemerintah seharusnya mendukung hal tersebut, bukan malah mematikannya dengan cara melarang. "Teknologi ini tidak boleh dimatikan, tapi memang ada pihak-pihak yang menentang. Karena kenyataannya masyarakat sekaran ini semakin maju menggunakan aplikasi yang ada di tangannya melalui handphone-nya," jelasnya.

Pemerintah juga seharusnya memberikan pembinaan kepada pelaku ojek online ini. Dan dengan adanya wadah seperti penyedia layanan aplikasi justru dinilai mempermudah pemerintah dalam melakukan pembinaan.

"Pemerintah perlu memberikan pembinaan pada pelaku ojek online. Dengan dikoordinasi seperti ini, harusnya bisa lebih mudah dilakukan pelatihan, safety driving dan lain-lain. Ojek motor ini kendaraan penumpang umum yang tidak diatur UU tapi kenyataanya sudah jadi lapangan kerja, bahkan di BPS jadi nomeklatur lapangan usaha," tandasnya.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berharap pemerintah dan DPR segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Revisi UU ini dianggap penting untuk menaungi penyedia layanan transportasi online yang tengah menjamur.

Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, UU tentang pengaturan angkutan di jalan raya memang sudah seharusnya direvisi agar menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, tidak ada lagi kontroversi akan keberadaan penyedia layanan transportasi online semacam ini.

"Saya kira itu yang harus dipercepat untuk menyesuaikan dengan bisnis model yang baru karena bisnis model yang berkembangan tapi UU-nya ketinggalan. Harusnya ada agenda dari Kemenhub dan partner-nya dari DPR untuk merevisi UU ini karena saya kira UU-nya bisa mengakomodir model bisnis baru ini," ujarnya di Jakarta, Senin (21/12/2015).

Syarkawi mengatakan, sebenarnya adanya layanan transportasi online ini bukan berarti mematikan jasa transportasi yang sudah ada. Justru seharusnya jasa transportasi yang sudah ada selama puluhan tahun tersebut melakukan pembenahan diri agar tetapi menarik minat penggunannya.

"Saya kira tidak ada masalah, justru semua bisnis yang bisa dukung kompetisi dan memperbanyak pemain di setiap sektor itu harus didukung, jangan malah dibatasi. (Dny/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

 

Simak perbincangan Liputan6.com dengan CEO Gojek:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya