BI rate Turun, Intervensi Pemerintah?

pertama kalinya pemerintah nimbrung dalam rapat penting yang akan menentukan nasib tingkat suku bunga acuan

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Jan 2016, 08:16 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2016, 08:16 WIB
20151117-Gubernur BI Gelar Konferensi Pers Triwulan III Bank Indonesia
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo usai menggelar konferensi pers Triwulan III Bank Indonesia di Gedung BI, Jakarta, (17/11/2015). BI akan mempertahankan Rate sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility 5,5 persen. (Liputan6.com/Angga Yunia)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (Bps) menjadi 7,25 persen. Kebijakan tersebut diambil usai BI dan pemerintah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari kemarin (13-14 Desember 2016). Kali ini, pemerintah ikut rapat tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, kebijakan BI memangkas tingkat suku bunga acuan karena mempertimbangkan beberapa faktor indikator makro yang mengalami perbaikan, termasuk melihat kondisi sektor perbankan saat ini.

"Memang situasinya ada pelonggaran, inflasi juga sedang turun. Likuiditas tetap terjaga, kesehatan perbankan baik, sehingga ada ruang untuk melakukan pelonggaran," ujarnya di Jakarta, Jumat (15/1/2016).

Ketika ditanya mengenai adanya intervensi dari pemerintah supaya BI menurunkan suku bunga acuan, Darmin hanya menjawab singkat. "Saya tidak perlu bilang lah," ucap Mantan Gubernur BI dan Dirjen Pajak itu.

Seperti diketahui, pemerintah mewakili Menko Perekonomian Darmin Nasution mengikuti RDG BI. Ini merupakan pertama kalinya pemerintah ikut nimbrung dalam rapat besar itu.

Darmin saat ditemui usai mengikuti RDG BI mengaku, rapat di hari pertama ini mendiskusikan banyak hal. Ada tiga kelompok presentasi yang dipaparkan.

"Setiap RDG, pasti ada tiga kelompok yang dipresentasikan, yakni moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran," kata Darmin.

Ketiga bahasan ini dipaparkan secara gamblang menurut versi BI. Gambaran Bank Sentral, diakuinya, menunjukkan situasi moneter yang relatif longgar, termasuk inflasi namun likuiditas cenderung tertekan.

"Kami diskusikan sejumlah investasi di bidang infrastruktur, walaupun tak mungkin semua dilaksanakan. Tapi kontrak sudah banyak yang ditandatangani, proyek mulai ditenderkan sehingga membutuhkan likuiditas lebih besar. Nanti BI akan membuat kalkulasinya seperti apa. Pokoknya bicara banyak hal," tegas Darmin.

Keikutsertaan pemerintah dalam RDG kali ini bukan hal yang biasa sebelumnya. Ini bisa dibilang pertama kalinya pemerintah nimbrung dalam rapat penting yang akan menentukan nasib tingkat suku bunga acuan (BI Rate).

Hal ini bermula dari sindiran Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat memberi sambutan di acara Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISE), beberapa waktu lalu.

Ketika itu, JK melontarkan permohonan saat menyampaikan soal posisi BI sebagai lembaga atau institusi yang independen. JK menegaskan bahwa di Negara ini tidak ada yang independen karena semua institusi berada dalam satu bendera merah putih Indonesia dengan satu pimpinan yang dikepalai Presiden.

JK kembali mengeluarkan permintaan maaf mengenai statusnya yang independen, namun tetap harus mengacu pada kebijakan pemerintah. Hal ini tertuang dalam revisi Undang-undang (UU) BI Tahun 2004 di pasal 7 bahwa BI dalam menjalankan kebijakan harus mempertimbangkan kebijakan umum perekonomian pemerintah. UU ini merupakan revisi dari UU BI Tahun 1999.

"Harus mempertimbangkan kebijakan umum perekonomian pemerintah. Tidak tahu kenapa tiba-tiba ditulis BI harus masuk ke Sidang Kabinet. Kalau begitu, Menteri juga bisa ikut di rapat Gubernur BI dong. Jadi adil kan. Nanti kita minta," papar JK

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya