Regulasi Hunian Berimbang Diminta Mengacu UU PKP

Penerapan regulasi hunian berimbang tersebut harus bisa diterapkan di daerah seperti dukungan Perda RTRW.

oleh Muhammad Rinaldi diperbarui 17 Feb 2016, 10:35 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2016, 10:35 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait penerapan aturan hunian berimbang diingatkan tetap mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku terutama Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP).

"Apapun bentuk regulasinya, baik itu PP atau peraturan presiden (Perpres) sebaiknya tidak kontraproduktif apalagi menimbulkan kontroversi dalam pelaksanaannya seperti yang dulu pernah terjadi," kata Ketua The Housing and Urban Development (HUD) Institute Zulfi Syarif Koto kepada Liputan6.com, Rabu (17/2/2016).

Yang terpenting lagi, ungkap pakar kebijakan perumahan rakyat itu, penerapan regulasi hunian berimbang tersebut harus bisa diterapkan di daerah seperti dukungan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di setiap kabupaten/kota di Indonesia.


Zulfi mengingatkan dalam proses penyusunan regulasi tentang hunian berimbang, jangan sekali-kali mengabaikan UU PKP dan UU Nomor 11 tentang Rumah Susun (Rusun) terutama  pasal 2 UU PKP tentang azas penyelenggaraan PKP dan pasal 34-37 UU PKP sebagai aturan induk hunian berimbang.

Dia merujuk regulasi terbaru soal kepemilikan properti bagi orang asing yang justru mengabaikan UU PKP sebagai aturan pokok dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman.

Selain itu, masyarakat (stakeholder) perumahan juga perlu dilibatkan sesuai amanah Pasal 131-133 UU PKP tentang peran serta masyarakat. HUD Institute misalnya sudah melakukan kajian terkait hunian berimbang dan siap memberikan masukan yang konstruktif kepada pemerintah.

"Kalau dipaksakan terbit tanpa melibatkan peran serta masyarakat perumahan maka sangat mungkin nantinya pasal-pasal dan atau ayat-ayat yang keliru dapat diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ungkap Zulfi.

Pada 2012 lalu, masyarakat perumahan yang dikomandoi Apersi, Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) dan The HUD Institute berhasil membatalkan Pasal 22 ayat 3 UU No 1 tahun 2011 karena dianggap bertentangan dengan tujuan pembangunan rumah rakyat untuk mengatasi kekurangan (backlog) perumahan.

Regulasi tentang hunian berimbang yang akan dikeluarkan itu juga sebaiknya disinkronkan dengan Program Strategis Nasional yang telah diperkuat dengan Perpres No 3/2016 dan Inpres No 1/2016 khususnya tentang program Pembangunan Sejuta Rumah (PSR).

Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pembukaan Indonesia Properti Expo 2016 di JCC menegaskan
kebijakan hunian berimbang akan diperketat melalui penerbitan peraturan pemerintah, dari saat ini yang hanya berupa Permenpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat).

Peraturan baru ini bahkan akan dilengkapi sanksi keras berupa penghentian pengerjaan pembangunan proyek milik pengembang yang melanggar. Ditegaskan Jusuf Kalla, setiap developer yang tidak mau menjalankan aturan hunian berimbang dapat dikategorikan sebagai pelaku pelanggaran hukum. (Muhammad Rinaldi/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya