Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengklaim takaran penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM)‎ yang dijual Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah mengikuti standar yang ditentukan. Pihaknya membantah kecurangan takaran dalam penjualan BBM.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, ‎BBM yang dijual pada SPBU Pertamina di bawah pengelolaan perusahaan telah akurat.
Hal itu mengingat BBM yang dijual melalui prosedur pemeriksaan ketat baik oleh internal perusahaan, Badan Metrologi dan pemeriksa independen yang melakukan pemeriksaan secara mendadak sehingga tidak bisa terdeteksi oleh pihak SPBU.
"‎Ditambah persyaratan standar operasi SPBU Pasti Pas (SOP) bahwa setiap hari semua dispenser harus dicek dan dipantau meterannya sebelum memulai penjualan agar termonitor dengan baik," kata Bambang saat melakukan sosialisasi alat ukur, di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Advertisement
Bambang menambahkan, Pertamina juga melibatkan pihak independen untuk melakukan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas pelayanan di SPBU untuk memenuhi kriteria SPBU Pasti Pas, termasuk mengenai takaran.
"Kami memastikan dengan berbagai SOP agar terpenuhi berbagai standar takaran maupun volume dan kualitas BBM dengan baik agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat," tutur Bambang.
Bambang menuturkan, Pertamina sangat terbuka terhadap masukan konsumen dan semua pihak terkait dengan kualitas layanan dan kuantitas ukuran.
Ia pun mengajak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Kementerian Perdagangan berpartisipasi mengontrol takaran. Karena bagaimanapun juga di era persaingan bebas seperti saat ini masyarakat bisa memilih mana yang terbaik sehingga Pertamina dituntut untuk lebih meningkatkan layanannya.
"Selama itu, proses pengecekan meteran, digunakan bejana ukur setiap pagi di setiap SPBU untuk memastikan takaran baik. Konsumen juga memiliki hak untuk meminta kepada petugas SPBU melakukan pengukuran dengan bejana ukur guna meyakinkan tepatnya takaran," kata Bambang.
Ciri-ciri SPBU baik
Pertamina buka-bukaan mengenai informasi ke masyarakat soal ciri-ciri SPBU yang baik melayani pelanggan. SPBU ini selalu memberikan volume sesuai dengan pembelian dan juga memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Bambang menyebutkan, Pertamina SPBU yang memberi pelayanan baik biasanya selalu diminati oleh pengemudi angkutan umum. Oleh karena itu, salah satu ciri SPBU yang naik adalah SPBU yang banyak melayani angkutan umum untuk mengisi bahan bakar.
"Di mana ada angkutan umum seperti taksi, itu SPBU yang paling bagus. Mereka bisa jadi pegangan yang bagus," kata Bambang.
Dia mengakui untuk memastikan pelayanan berdasarkan dari kulit saja agak sulit. Oleh karena itu, Pertamina membuka kesempatan kepada konsumen untuk ikut memantau pelayanan SPBU.
Menurut Bambang, jika pelanggan merasa takaran yang ada di sebuah SPBU kurang pas, maka diharapkan segera melaporkan ke Pertamina melalui Call Center 500.000 atau mengajukan komplain ke pihak SPBU.
"Mata awam memang susah. Tapi melihatnya feeling. Saya biasa kalau segini penuh. Nah, itu rasa. Ngadu aja silakan. Dari mata saja," tutur Bambang.
Menurut Bambang, Pertamina sedang membenahi pelayanan SPBU untuk memenangkan persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai diterapkan Januari 2016. Pasalnya, bisnis BBM salah satu pasar yang diincar investor.
Perusahaan lebih care ke konsumen. Kita ubah ke sana, ke depan MEA sudah jalan, kalau tidak berubah akan habis," kata Bambang.
Keran bensin
Pertamina juga mengungkapkan bahwa operator SPBU tak pernah melakukan permainan kran (nozzle) pengisian BBM. Sales Executive Pertamina Fanda Crismianto mengatakan nozzle memang direkayasa, tapi bukan untuk kecurangan.
"Dengan memainkan nozzle, itu bukan memainkan (curang)," kata Fanda.
Fanda mengungkapkan karena BBM yang dialirkan dari pompa ke tangki kendaraan bertekanan tinggi, maka harus direkayasa agar bisa berhenti secara otomatis saat mencapai titik maksimal. Permainan nozzle tersebut bertujuan agar BBM yang disalurkan terkontrol dan tidak tumpah dari tangki kendaraan.
"Jika mau sampai titik optimum dia akan berhenti otomatis. Kalau kecepatannya masih penuh, itu akan luber dan berbahaya. Kalau dia sudah otomatis off, nanti dia akan secara manual isi sendiri," kata Fanda.
Fanda mengakui secara kasat mata operator tersebut seperti memainkan nozzle, tapi bukan untuk kecurangan. Menurut dia, jika mekanisme tersebut ‎merupakan praktik kecurangan tentunya sudah dilarang pemerintah.
"Karena secara logika, yang kaitannya dangan pelayanan masyarakat jika dimainkan dengan kecepatan itu tidak akan diizinkan oleh pemerintah," ujar Fanda.
Hukum SPBU curang
Pertamina memastikan akan menindak tegas SPBU yang terbukti melakukan kecurangan dan tidak pandang bulu untuk menjatuhkan hukuman.
Proses penindakan SPBU nakal oleh Pertamina yaitu penurunan level Pasti Pas dari excellent, menjadi good dan basic‎. Penurunan level tersebut akan berpengaruh pada pembagian keuntungan SPBU, tindakan lain adalah skorsing dan Pemutusan Hubungan Usaha (PHU).
"Kalau level turun margin diturunkan, kita tegas untuk itu, konsep lebih memaksimalkan pelayanan dari sekedar janji, kami tindak lanjuti berbagai masukan," kata Bambang.
Bambang mengungkapkan, pada 2015 telah menjatuhkan PHU untuk dua unit SPBU, dan melakukan teguran pada SPBU Madiun, Jawa Timur, yang kabarnya dimiliki seorang bupati. Hal tersebut menunjukan Pertamina sangat tegas dalam menindak kecurangan penjualan BBM.
Menurut Bambang, Pertamina menetapkan standar minimum pada alat takaran BBM di SPBU, yaitu tidak bisa melebihi batas toleransi 0,3 persen total BBM yang keluar.
Standar tersebut jauh lebih ketat dari batasan yang ditetapkan Badan Metrologi yaitu 0,5 persen. Pengukuran tersebut dilakukan setiap hari oleh petugas SPBU.
Selain itu, takaran BBM SPBU juga diperiksa oleh Badan Metrologi dan auditor independen secara acak dan tidak diketahui waktunya.
"Jadi SPBU tidak tahu kapan auditor akan datang. Periodenya ada yang satu bulanan atau dua bulanan," terang dia.
Jika tidak terbukti secara data alat kontrol, Pertamina akan menurunkan pihak yang menyamar sebagai konsumen untuk mengontrol pelayanan (mistery guest) guna mendapat bukti takaran SPBU tersebut tidak benar.
Penutupan SPBU
Tak hanya itu, BUMN migas itu akan menutup SPBU yang terbukti tidak memenuhi standar Pasti Pas. Hal tersebut untuk meningkatkan standar pelayanan.
Ke depan Pertamina hanya mematok standar SPBU Pasti Pas dan Pasti Prima saja. Karena itu, SPBU yang belum mengikuti standar Pasti Pas akan ditutup.
"Ke depan yang tidak Pasti Pas, kami tutup‎," kata Bambang.
Menurut Bambang, SPBU yang ditutup tersebut akan diambil alih Pertamina sebagai operatornya. Hal itu dilakukan dengan menerapkan sistem Kerja sama Operasi (KSO) bersama pemilik awal. Dengan begitu, SPBU yang dimiliki Pertamina akan bertambah jumlahnya.
Bambang menambahkan, hal serupa juga akan dilakukan pada SPBU Pertamina milik swasta yang mengalami kesulitan dana untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan standar pelayanan.
"Saat ini banyak SPBU yang tutup karena kesulitan dana. Kita ambil alih, kita ajak KSO yang tidak mampu kita ambil alih," ungkap Bambang.
Bambang menyebutkan, saat ini ada 5.300 SPBU di bawah naungan Pertamina, 4.800 sudah berstandar Pasti Pas dan sisanya belum memenuhi standar. Sementara SPBU yang dimiliki dan dioperatori Pertamina sendiri sebanyak 122.
Bambang mengungkapkan, persyaratan standar operasi SPBU Pasti Pas, setiap hari semua dispenser harus dicek dan dipantau meterannya sebelum memulai penjualan agar termonitor dengan baik.
Demi memenuhi kriteria SPBU Pasti Pas, dilibatkan juga pihak independen untuk menilai kuantitas dan kualitas pelayanan di SPBU, termasuk mengenai takaran.
"Di era kompetisi dan kesadaran konsumen seperti ini, bukan waktunya Pertamina bermain-main dengan standar takaran yang berlaku. Justru, kami memastikan dengan berbagai SOP agar terpenuhi berbagai standar takaran maupun volume dan kualitas BBM dengan baik. Ini dilakukan agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,"‎ papar Bambang. (Pew/Ndw/Ahm)