Kapal Buruan Menteri Susi Jadi Incaran Interpol

Sembilan kapal dilarikan Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan Tiongkok dari Pelabuhan Pamoko, Timika, Papua pada tahun lalu.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 16 Mar 2016, 20:06 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2016, 20:06 WIB
Kapal Viking
Kapal FV Viking akan ditengglamkan siang ini di Pantai Pangandaran (Sumber: Facebook Joko Widodo)
Liputan6.com, Jakarta -
Satgas 115 menyatakan sembilan kapal eks asing asal Tiongkok berukuran sekitar 300 gross tonnage (GT) kini menjadi incaran Interpol.
 
Sembilan kapal tersebut sebelumnya dilarikan Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan Tiongkok dari Pelabuhan Pamoko, Timika, Papua pada 30 Desember 2015.

Koordinator Satgas 115 Mas Achmad Santosa mengatakan, pihak Satgas 115 telah menghubungi Interpol guna menyelidiki kapal tersebut. Nantinya, pembawa lari tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka.

‎"Yang sembilan itu kita sudah menghubungi Interpol. Mereka ada di dalam data Interpol dan sekarang penyidikan kapal itu sendiri sudah hampir rampung. Dan nanti akan ditetapkan tersangka," jelas dia di Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Dia mengatakan, setelah menetapkan menjadi tersangka, Interpol akan mengeluarkan red notice. Intinya, kapal-kapal tersebut dapat ditangkap di mana saja tanpa pengecualian.

"Dan kemungkinan tersangka kan yang bawa lari di situ dimintakan red notice. Jadi bukan hanya purple notice tapi red notice. Red notice permintaan kepada Interpol untuk menangkap di manapun mereka berada," ungkap dia.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti mengaku geram atas larinya kapal eks asing Tiongkok tersebut. Laporan awal pelarian kapal diterima dari Grup Minamata pada 4 Januari 2016.
 
Dalam laporan itu menyebutkan, ada sembilan kapal yang membawa 39 ABK. Di mana, 8 di antaranya sebelumnya ditugaskan untuk menjaga kapal.

Dari hasil analisis dan evaluasi (Anev), sembilan kapal itu terbukti melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran yang dilakukan ialah mempekerjakan ABK‎ asing, berbendera ganda, dan izin telah kadaluarsa.

"Hasil Anev menyimpulkan bahwa seluruh kapalnya tidak bisa diperpanjang dan tidak dapat diajukan izin baru. Selain itu kesembilan kapal tersebut berlayar pada 30 Desember 2015 tanpa dilengkapi Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)," tutup dia.(Amd/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya