Kilang Masela Diputuskan di Darat, Ini yang Perlu Diperhatikan

Semua pihak mesti saling dukung untuk dapat merealisasikan proyek Blok Masela agar bermanfaat besar bagi seluruh rakyat Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 28 Mar 2016, 09:50 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2016, 09:50 WIB
Kronologi Keberadaan Blok Masela
Rencananya, blok ini akan dikelola dua perusahaan yakni Inpex dan Shell.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pengembangan fasilitas gas (Plan Of Development/POD) di daratan (onshore) pada Blok Masela harus matang untuk meminimalisir terjadinya bencana pada proyek tersebut.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mukhtaso‎r.

Dia mengatakan, setelah Presiden Joko Widodo memutuskan pembangunan fasilitas pengolahan gas di darat maka sudah menjadi hal yang mutlak bagi semua pihak untuk dapat melaksanakannya dengan baik.

‎“Semua pihak mesti saling dukung untuk dapat merealisasikan proyek ratusan triliun ini agar bermanfaat besar bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Mukhtasor di Jakarta, Senin (28/3/2016).

Menurut Mukhtasor, sudah saatnya pertimbangan utama dalam setiap kebijakan itu adalah Ketahanan nasional di bidang sosial, ekonomi, politik, serta pertimbangan finansial dan investasi menjadi hal yang penting.

Kemudian menjadi hal utama untuk menempatkan pilihan teknologi, baik untuk sistem di darat ataupun laut, sebagai pendukung tujuan nasional yang lebih besar.

Selain itu, perlunya mitigasi lanjutan agar dapat meminimalkan resiko dalam pelaksanaan proyek di Blok Masela.  “Pemerintah dan investor harus memberi perhatian utama pada mitigasi bencana kelautan dalam tindak lanjut pembangunan LNG sistem perpipaan ke darat," ungkap dia.


Selain mempertimbangkan faktor ekonomis dan dampak proyek ini bagi masyarakat sekitar, terdapat beberapa hal yang patut menjadi perhatian khususnya mengenai fenomena alam dan riwayat oseanografi dasar laut.

Catatan mengenai gempa, kondisi dinamika lingkungan laut, keadaan sedimen dasar laut dan kondisi bathymetri atau topografi dasar laut merupakan faktor yang penting dalam hal keselamatan operasi sistem perpipaan.

‎Jarak angkut gas dengan pipa 90 kilometer (km) dinilai cukup panjang. Beroperasi di lingkungan palung yang dalam, di Blok Masela dapat mencapai order seribu meter lebih. Kalau bertemu daerah batimetri dasar laut yang curam dapat mempengaruhi kesetabilan pipa.

Sementara arus yang cukup kekuatannya dapat menyebabkan scouring (gerusan) yang dapat berakibat pada tergerusnya dudukan pipa. Dampaknya, lama-lama pipa akan terbentang dan bergetar lalu menurunkan kekuatannya.

"Ini akan berbeda jika pipa ada di daratan, kondisi tanah lebih stabil. Catatan gempa yang lebih dari 2000 kali sejak tahun 1900 itu juga perlu menjadi perhatian," terang Mukhtasor.

Dia mengatakan, keadaan sedimen dasar laut menggambarkan keadaan tanah dan batuan tempat dudukan pipa. Apabila kondisinya lembek maka kekuatan menahan pipa lemah. Hal inilah yang dapat menimbulkan bahaya sehingga perlu perhatian khusus dalam keamanan pipa.

“Jika tanahnya lembek akan berpengaruh pada dudukan pipa. Sementara ketika arus kencang dan batuannya licin maka akan sulit membuat pipa stabil. Pada jenis dan keadaan sedimen tertentu ada yang bisa kolaps atau runtuh” tutur Mukhtasor.

Kondisi oseanografi inilah yang diharapkan mendapat perhatian lebih ketika merealisasikan proyek blok Masela terutama dalam hal keamanan pipa karena ada potensi bencana lingkungan laut yang perlu diwaspadai.

A‎nalisis dampak lingkungan harus dilaksanakan secara benar dan bukan sebagai seremonial legalitas. Disamping itu, harus ada revisi POD Lapangan Abadi, Blok Masela. Revisi ini tidak mudah karena ruang lingkup pekerjaan akan sangat  berbeda.

"Investor juga harus investasi untuk meningkat level detilnya survei bathimetry dan oseanografi dan mendesain foot-print perpipaan dari wellhead ke daratan yg disesuaikan dengan zonasi lingkungan laut yang aman‎," pungkasnya.(Pew/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya