Liputan6.com, Jakarta - Harga jual bawang merah di pasar masih betah di kisaran Rp 40 ribu-Rp 50 ribu per Kilogram (Kg).
Petani dan Pedagang Bawang Brebes mengisahkan hal berbeda seperti pernyataan Kementerian Pertanian (Kementan) soal penyebab mahalnya harga bawang merah.
Baca Juga
Petani dan Pedagang Bawang Brebes, Beni Santoso usai Rakor Pangan mengakui Indonesia tengah dilanda kekurangan pasokan bawang merah. Kondisi ini lantaran terjadi gangguan produksi bawang merah sejak Maret 2016.  Â
Advertisement
"Produksi masih kurang, karena sekarang lagi bermasalah karena musimnya produksi saat kemarau 12-14 ton per hektare (ha). Kalau sekarang cuaca kurang bagus, produksi cuma 6-8 ton. Jadi shortage di produksi," ujar dia di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/5/2016). Â
Beni menjelaskan, petani menderita kelangkaan benih bawang merah sehingga ketika panen, sebagian besar bawang dijadikan benih.
Baca Juga
Dia mengaku, petani dapat memanen bawang merah setiap dua bulan, namun kini mayoritas warga Brebes menanam bawang di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Â
"Jadi saat ini mungkin dalam tiga minggu lagi bisa habis sekali di Kabupaten Kendal. Kalau di Brebes ada panen, tapi disimpan untuk tanam di bulan ketujuh karena benihnya tidak ada.
Kalaupun ada harganya Rp 50 ribu per Kg, jadi petani keberatan sedangkan normalnya Rp 20 ribu-30 ribu per Kg," jelas dia.
Akibatnya, kata Beni, harga jual bawang merah sulit turun. Dia bilang, bawang merah di daerah dijual seharga Rp 32 ribu-Rp 33 ribu per Kg dengan kualitas nomor wahid. Sementara kualitas di bawahnya, harga jual bawang merah Rp 28 ribu per kilo gram.
"Karena produksi kurang, harganya tidak mungkin turun dari harga saat ini. Karena harga jual di tingkat petani dari Rp 13 ribu-Rp 15 ribu per Kg. Tapi sekarang dua kali lipatnya Rp 28 ribu per Kg. Kalau di bandarnya sekitar Rp 32 ribu per Kg," jelas dia.
Dia berharap, produksi dan pasokan bawang merah mulai merangkak naik di Juni dan Juli. Tambahan pasokan ini diharapkan berasal dari daerah lain, antara lain Purbolinggo, Bima, dan lainnya.
Meski harga mahal, Beni meminta supaya pemerintah menahan impor bawang merah untuk mengendalikan harga jual.
"Memang kalau impor pengaruh sekali ke harga. Tapi kalau sekarang tidak tepat, karena mau panen. Jika mau impor, harusnya dari bulan Maret karena produksi kurang," tegas Beni.
Cerita ini berbeda dengan penuturan Direktur Jenderal Holtikultura Kementan, Spudnik Sujono Kamino. Sebelumnya dia pernah mengatakan, hasil produksi bawang merah dari petani tidak seluruhnya didistribusikan ke pasar oleh para pedagang. Dengan kata lain, telah terjadi penimbunan.
"Yang jelas antara produksi dan yang masuk ke pasar tidak sesuai. Tidak semua masuk ke pasar. Itu bahasa saya ya. Namanya pedagang boleh ngatur toh, barangnya ada, lebih baik ditahan sedikit," tegas dia.
Spudnik mengaku pemerintah tengah mencari solusi untuk menstabilkan kembali harga bawang merah di pasar. Dibantu peran serta dari badan usaha milik negara (BUMN), seperti Perum Bulog.
"Pemerintah akan intervensi, mungkin ada peran Bulog," ucap dia.
Spudnik menyebut data Kementan menunjukkan produksi bawang merah sebesar 100 ribu ton per bulan. Sementara data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, produksi bawang merah jauh lebih besar mencapai 140 ribu ton di periode tersebut.
"(Kebutuhan) per bulan rata-rata 90 ribu ton. Jadi sebenarnya melampaui (produksi)," kata dia.
Dengan surplus produksi tersebut, Spudnik mengklaim, pasokan bawang merah di Mei, Juni dan Juli sangat aman. Kementan akan membantu Bulog menambah stok bawang merah dalam kurun waktu dua hari.
"Produksi di periode tersebut aman. Kita sepakat bantu mencarikan Bulog stok. Ini yang agak berat, dua hari dikasih waktu sama Bu Menteri (BUMN)," ujar Spudnik. (Fik/Ahm)