Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bekerjasama dengan 6 Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam rangka penanganan bank gagal akibat berbagai faktor, salah satunya krisis.
Para akuntan dan konsultan berkompeten bakal dilibatkan untuk mendukung fungsi dan tugas LPS terutama dalam penjaminan maupun penyelamatan bank gagal.
Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan dengan 6 pemimpin KAP dari RSM, Deloitte, PWC, BDO, KPMG serta Ernst & Young di kantor LPS, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Fauzi Ichsan usai penandatanganan MoU mengatakan, LPS merupakan lembaga dengan struktur organisasi ramping. Jumlah karyawan hanya 220 orang dan disebar sebanyak 35 orang bekerja pada Divisi Resolusi Bank Gagal, dan sisanya di Divisi Klaim, Likuidasi, dan lainnya.
Baca Juga
"Kalau LPS menangani bank umum gagal, kita bisa mengerahkan tenaga dari KAP karena lembaga ini ramping dengan jumlah karyawan 220 orang, dan 35 orang diantaranya di Divisi Resolusi Bank Gagal. Kita memang didesain ramping, supaya saat terjadi krisis tidak kebanyakan karyawan," jelas dia.
Krisis, kata Fauzi, datang secara tiba-tiba. Begitu pula dengan bank gagal karena hantaman krisis tersebut, terutama pada bank-bank berskala besar. Bank gagal, sambungnya, terjadi karena banyak faktor.
Utamanya dari luar seperti krisis ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi China turun tajam, harga komoditas anjlok, suku bunga Amerika Serikat (AS) naik yang semuanya akan berpengaruh pada seluruh negara, termasuk negara berkembang yakni Indonesia.
"Kita tidak berharap adanya krisis, dan kita jauh dari krisis. Tapi jika ada beberapa bank umum gagal dalam waktu bersamaan, kita membutuhkan tenaga lebih, seperti akuntan dan konsultan untuk membantu kita. Jadi LPS harus siap dengan kondisi tersebut dan KAP sangat membantu," papar Fauzi.
Sekadar informasi, LPS merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2004.
LPS hingga 31 Maret 2016 telah membayar klaim penjaminan simpanan layak bayar nasabah sebesar Rp 777,93 miliar (dari 2005) untuk nasabah dari 65 bank yang telah dilikuidasi (1 bank umum dan 64 BPR). (Fik/Ahm)
Advertisement