YLKI Terima 10 Aduan per Tahun Terkait Kecurangan SPBU

YLKI menyatakan aksi kecurangan penjualan BBM di SPBU dinilai sangat merugikan konsumen.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Jun 2016, 14:02 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2016, 14:02 WIB
20160606-Begini Modus SPBU 'Nakal' Curangi Takaran BBM di Rempoa-Tangsel
Seorang polwan mengamati pompa bensin saat gelar perkara di SPBU kawasan Rempoa, Ciputat, Tangsel, Senin (6/6). SPBU tersebut disegel petugas karena ditemukan praktik pengurangan literan (takaran) pengisian bahan bakar. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI meminta Pertamina bertindak tegas terhadap aksi kecurangan penjualan BBM yang dilakukan pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Sebab, YLKI menilai aksi-aksi semacam ini dinilai sangat merugikan konsumen.

Ketua Harian YLKI Sudaryatmo mengatakan YLKI menerima sekitar 10 aduan terkait dengan aksi curang pengelola SPBU setiap tahunnya. Rata-rata pengaduannya adalah soal takaran BBM yang dijual oleh SPBU tidak sesuai dan berubah-ubah.

"Aduan setiap tahun mungkin sekitar kurang dari 10 aduan. Itu di Jabodetabek saja," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (8/6/2016).


Sudaryatmo mengatakan aduan masyarakat biasanya berawal dari rasa curiga masyarakat saat mengisi BBM di SPBU tertentu. Namun selama ini masyarakat kesulitan untuk membuktikan kecurigaannya tersebut.

"Masyarakat mengadu hanya berdasarkan kecurigaan. Ini agak susah pastikan‎. Paling biasanya isi 2 liter, di indikator bensin biasanya segini, ini kok cuma sampai sini. Atau beli sekian liter biasanya cukup untuk berapa hari, ini kok sudah habis," kata dia.

Selain itu, Sudaryatmo juga mengatakan pihak luar seperti YLKI juga kesulitan untuk melakukan pengujian terhadap alas takar BBM di SPBU karena tidak ada akses. Terakhir, YLKI ‎melakukan survei takaran BBM pada 19 tahun lalu.

‎"Kita pernah survei terakhir itu sekitar tahun 1997. Survei juga agak susah karena tidak bisa pakai tangki, tapi pakai alat ukur. Jadi mestinya badan metrologi, bagaimana mekanisme pengawasannya. Kalau secara prosedural setiap 6 bulan alat ukurnya harus diperiksa. Kalau ada temuan seperti ini bisa lakukan pemeriksaan tambahan," ujar dia. (Dny/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya