Alasan Investor Asing Tak Mau Investasi di Sektor Perfilman RI

Investor asing minat investasi di sektor fil mulai dari tanam modal hingga investasi di bidang visual efek dan animasi.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Jul 2016, 16:04 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2016, 16:04 WIB
Ilustrasi bioskop
Ilustrasi bioskop

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan sektor perfilman dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Namun sayangnya hingga kini belum banyak investor asing pada sektor tersebut yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Sheila Timothy mengatakan, sejak  investasi asing terbuka pada sektor perfilman di Indonesia, banyak investor yang berniat menanamkan modalnya di Indonesia. Namun belum ada regulasi dan insentif untuk bisa menarik minat investasi pada sektor tersebut.

‎"Banyak yang datang, ada dari Amerika Serikat, dari Belanda, Korea. Tapi insentif belum ada, aturan juga belum jelas. Harusnya ada buku pedomannya, jadi investor sudah tahu apa yang harus dipenuhi untuk invest‎asi," ujar dia Kantor BKPM, Jakarta, Kamis (21/7/2016).

Ia menuturkan, selain produksi film dan pendirian bioskop, investor asing tersebut juga ingin menanamkan investasinya pada bidang visual efek dan animasi.

Hal ini karena pasar di negara-negara lain seperti di Korea Selatan sudah tidak bisa berkembang. Oleh sebab itu investor mencari pasar baru, salah satunya Indonesia.

"Jadi Korea itu sudah stuck. Makanya mereka butuh pasar yang fresh, yang masih baru. Kalau kita bisa membuka diri tapi juga dengan pandai. Jangan sampai kita tidak ambil keuntungan dari pembukaan pasar ini. Kita dapat transfer teknologi, transfer knowledge. Sehingga produksi kita berkembang," kata dia.

‎Oleh sebab itu, Sheila meminta pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi dan insentif yang bisa menarik investor asing. Jangan sampai kebijakan membuka investasi bagi penanam modal asing di sektor perfilman ini tidak menghasilkan apa-apa.

"Kita butuh insentif produksi, butuh insentif bioskop. Sekarang untuk mencetak pekerja film sulit, karena sekolah film paling hanya ada 10. Untuk membangun sekolah butuh waktu‎. Tetapi dengan coproduction (bekerjasama dengan investor asing) ini akan ada transfer knowledge‎," ujar dia. (Dny/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya